Kamu tahu dark jokes? Menurutmu, kenapa dark jokes bisa terasa lucu? Terus, sehat nggak, sih, kalau kita sering mentertawakan humor ‘gelap’ ini? Berikut ini sedikit soal dark jokes dan benign violation yang menjelaskan gimana hal-hal ‘yang nggak seharusnya’ justru bisa terasa lucu. Ada pula kaitannya sama kesehatan mental, lho! Baca ulasan di bawah, ya!

Dark Jokes dan Benign Violation

Humor juga termasuk bagian dari kondisi psikologis yang ditandai dengan emosi positif dari rasa terhibur dan kecenderungan buat tertawa. Pemicunya bisa berbagai hal yang cakupannya amat luas, dari lawakan berskenario sampai hal-hal yang sebenarnya nggak sengaja terjadi tapi terasa lucu (misal: melihat orang tergelincir, mengungkit sesumbarnya masyarakat waktu COVID-19 belum masuk ke Indonesia).

Nah, nggak sedikit juga orang yang menyukai dark jokes, bentuk candaan yang asalnya dari hal-hal nyeleneh, tabu, bahkan negatif dan mengandung sarkasme di dalamnya. Dark jokes yang kacang disebut juga dark humor atau black humor bisa bikin tragedi jadi komedi. Sebagai contoh, seorang stand-up comedian dari Indonesia pernah bercanda soal disabilitas yang dimilikinya, yaitu gimana jadinya ketika orang difabel ikut tawuran antar-sekolah.

“… Saya itu suka tawuran. Tapi sayangnya temen-temen saya nggak suka ngajak saya. Anak cacat itu kalo di tawuran, itu memegang bagian paling penting, yaitu provokator. Tapi begitu saya keluar kelas mau tawuran, tawurannya sudah bubar. Ganti pengajian. Padahal enak ya kalo anak kayak saya tawuran. Yang lain lempar batu saya lempar kursi roda.”

Terasa salah tapi orang tetap lucu sampai orang tertawa. Apa, sih, yang bikin hal kayak gini justru bisa jadi humor yang mengundang tawa?

Penelitian udah membahas gimana hal yang nggak sesuai sama apa yang seharusnya kayak gini bisa terasa lucu. Kalau emosi positif biasanya diasosiasikan sama keadaan yang aman, emosi positif yang diakibatkan sama dark jokes bisa dipicu oleh versi aman dari ‘pelanggaran terhadap kenyataan’. Hal itu yang justru memicu tawa. McGraw dan Warren (2015) menyebutnya dengan istilah benign violation—pelanggaran yang nggak berbahaya. Apa yang dilanggar adalah, hal yang dipercaya orang-orang sebagai ‘yang seharusnya terjadi’.

Pelanggaran bisa terdengar nggak berbahaya (benign) karena situasi tertentu, yaitu disampaikan di situasi di mana hal-hal nggak perlu dianggap serius, persis contoh dari stand-up comedian tadi. Perkara disabilitas dan tawuran itu disampaikan di sebuah acara komedi, oleh orang dengan disabilitas itu sendiri, dan nggak sedang benar-benar terjadi alias ada jarak fisik dan psikologis antara apa yang dibicarakan dengan kapan dan di mana hal itu dibicarakan. Makanya, meski jelas-jelas roasting orang difabel yang notabene kesulitan dengan kekurangannya itu sebenarnya termasuk melanggar moral, orang tetap bisa menganggapnya lucu—mentertawakan sarkasme di dalamnya.

Banyak banget dark jokes yang beken dan benar-benar bikin tertawa orang yang melihat atau mendengarnya. Bahkan COVID-19 nggak luput dari ‘inisiatif’ orang-orang buat menjadikannya dark jokes, misalnya gimana masyarakat Indonesia mengungkit candaan soal COVID-19 yang nggak berani masuk Indonesia di waktu virus itu udah menjangkit di negara ini. Selain sifat ‘benign’tadi, ‘humor yang melanggar’ ini bertindak melawan realita, layaknya defense mechanism dalam teori tokoh psikologi Sigmund Freud.

Humor dan Kesehatan Mental

Omong-omong soal psikologi, tertawa gara-gara dark jokes juga ternyata ada hubungannya sama tingkat inteligensi dan kecerdasan emosi yang tinggi. Humor itu sendiri ampuh buat mengurangi stres dan emosi negatif. Dark jokes sering hadir pula di antara mereka yang berusaha mengurangi stres karena pekerjaannya.

Tapi, ini bukan alasan buat seenak hati melontarkan dark jokes di banyak kesempatan dan di waktu yang nggak tepat, lho. Alih-alih dianggap cerdas dan asyik, kamu justru bisa menyakiti pihak tertentu kalau melakukannya. Cerita jatuh tergelincir gara-gara kulit pisang bisa aja terasa lucu kalau diceritakan ulang sewaktu-waktu, tapi jelas bukan di saat itu baru aja terjadi dan orang yang jatuh masih merasa kesakitan. Penting buat tetap peka terhadap orang-orang di sekitar karena itulah salah satu ciri sehat mental.

Soal dark jokes ini, tetap ada yang perlu kamu perhatikan selucu apapun kedengarannya, nih, antara lain:

  • lihat dengan siapa kamu bicara, karena dark jokes nggak selalu diterima semua orang;
  • pertimbangkan juga apakah suatu candaan berpotensi jadi singgungan besar buat pihak tertentu; dan
  • jangan kebablasan mentertawakan ‘pelanggaran’ di saat yang nggak tepat, apalagi normalisasi memandang berbagai hal sebagai bahan candaan.

Rupanya humor pun ada penjelasan ilmiahnya, ya. Introspeksi lagi, yuk, apa selera humor kita masih ‘ada pada tempatnya’? Berhubung humor juga bermanfaat buat kesehatan mental, jangan lupa tertawa hari ini!

Referensi:

Warren, C., & McGraw, A. P. (2015). Benign violation theory. Mays Business School Research Paper, 2015-11, 75-77.

https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-debrief/201805/awful-joke-can-feel-pretty-good

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *