Bak takut ketinggalan kereta, banyak orang mengalami rasa cemas dan terpikir terus-menerus akan suatu hal yang mungkin mereka lewatkan. Katakanlah kamu memilih tidak datang ke sebuah acara perayaan yang tampak menyenangkan karena memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan. Kemudian, sambil mengerjakan pekerjaan itu, terpikir olehmu tentang akan seberapa menyenangkannya acara perayaan itu, akan sebanyak apa momen mengasyikkan dan makanan enak yang tidak bisa kamu rasakan. Atau pada kesempatan lain, seorang teman sebaya berhasil mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar lebih dulu, membuatmu gelisah dan ingin cepat-cepat mendapatkan hal yang sama.
Hal-hal yang digambarkan di atas mungkin lumrah terjadi. Namun ketika rasa ‘takut tertinggal’ itu muncul dalam intensitas yang berlebihan, ia akan mempengaruhi aktivitas sehari-hari seperti menimbulkan kecemasan yang mengganggu. Apalagi di era ketika penggunaan media sosial sudah menjadi bagian dari keseharian, mengetahui atau mencari tahu apa yang sedang dilakukan orang lain menjadi jauh lebih mudah dan rasa takut melewatkan sesuatu itu dapat kian dirasakan. Inilah mengapa kamu barangkali perlu mengetahui apa yang tengah terjadi di sini; sebuah fenomena psikologis fear of missing out (FOMO).
Fear of Missing Out (FOMO)
Fear of missing out (FOMO) merupakan keadaan psikologis di mana seseorang menjadi cemas ketika orang lain di lingkungan sosialnya tampak memiliki kehidupan yang lebih menarik dan didamba-dambakan pada umumnya (Przybylski et al. dalam Buglass et al., 2017). Sesuai dengan artinya secara bahasa, fear of missing out pada dasarnya ialah perasaan tidak senang, selalu terpikirkan, saat mengetahui orang lain khususnya teman sebaya memiliki atau mengalami hal yang ‘lebih’ dibanding dirinya.
Penelitian menemukan bahwa FOMO berhubungan dengan depresi, kecemasan, dan gejala sakit fisik, serta masalah terkait penggunaan media sosial dan handphone (Baker et al., 2016; Oberst et al., 2017). Meski FOMO sesuai pengertiannya secara umum dapat terjadi tanpa melibatkan media sosial, kaitan antara keduanya tetaplah erat. Sebab, di masa sekarang, teknologi informasi khususnya media sosial lah yang menjadi alat utama yang digunakan orang-orang untuk terus mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi di luaran sana, termasuk di antaranya apa yang dimiliki/dialami orang lain namun tidak dengan dirinya. Dengan demikian seseorang yang mengalami FOMO merasa terus terpikir, takut kehilangan suatu pengalaman, lantas melakukan hal-hal kompulsif seperti terus-terusan menengok dan memantau media sosial untuk mencari tahu apa yang sekiranya terlewatkan.
Ada banyak perilaku sehari-hari yang menandakan FOMO, bahkan sampai kepada hal-hal seperti takut melewatkan diskon, berita, tertinggal oleh orang lain yang lebih dulu punya pencapaian ini dan itu di usia yang sama, dan sebagainya. Satu yang khas adalah ketika itu semua memicu rasa cemas atau terpikir terus-menerus. Karena itu pula FOMO sering kali bermuara pada lelah dan stres. Jika gejala FOMO sudah dirasakan, bagaimana sekiranya ia harus diatasi?
Cara Mengatasi FOMO
Sepertinya tidak akan mudah, tapi FOMO memang tidak baik untuk ‘dipelihara’. Berikut ini beberapa tips untukmu mengatasinya.
1. Mengurangi Penggunaan Media Sosial
Sedapat mungkin, kurangi intensitas penggunaan media sosial setiap harinya. Media sosial membuat seseorang dengan FOMO kian mudah memantau apa yang terjadi di luaran sana, lantas memperoleh kecemasan darinya. Tentunya, meski seolah-olah diberikan ‘kemudahan’, kamu tidak mau media sosial justru menambah-nambah beban pikiranmu, kan?
2. Lebih Banyak Berinteraksi dengan Orang di Sekitar
Karena mengurangi penggunaan media sosial tidaklah mudah terlebih untukmu yang sudah terbiasa scrolling dengan intensitas tertentu setiap harinya, kamu butuh kegiatan lain sebagai distraksi. Lebih banyak berinteraksi secara langsung dengan orang-orang yang ada di sekitarmu bisa mengalihkan perhatianmu dari keinginan mengakses media sosial, serta meningkatkan kualitas hubungan bersama mereka.
3. Menerima Keadaan
Artinya, cobalah untuk tidak lagi mendambakan ‘milik’ orang lain dan apa yang tidak ada di depan mata. Fokus dulu pada apa yang harus kamu lakukan saat ini dibanding memikirkan yang jauh. Percaya bahwa kamu tidaklah rugi sebesar itu jika melewatkan sesuatu. Cukup pijaki dulu lantai tempatmu berdiri saat ini. Melewatkan sesuatu, atau tertinggal sedikit dari orang lain, bukan berarti tidak bisa memperoleh kesenangan sendiri. Dengan memahami hal seperti ini, kamu mungkin akan terbantu untuk mengurangi perasaan-perasaan tidak mengenakkan yang menjadi dampak dari FOMO.
Hidup memang terus berjalan, tapi, tidak harus dengan terburu-buru, kan? Nikmati dulu apa yang ada di depan mata. Termasuk, menikmati apa yang kamu lewatkan—a joy of missing out¸ yaitu menikmati hal yang sedang kamu lakukan tanpa mengkhawatirkan apa yang orang lain lakukan, yang mungkin kamu lewatkan untuk saat ini.
Referensi:
Buglass, S. L., Binder, J. F., Betts, L. R., Underwood, J. D. M. (2017). Motivators of online vulnerability: The impact of social network site use and FOMO. Computers in Human Behavior, 66, 248-255.
Milyavskaya, M., Saffran, M., Hope, N., Koestner, R. (2018). Fear of missing out: Prevalence, dynamics, and consequences of experiencing FOMO. Motivation and Emotion, 1-13.