Kesehatan fisik atau psikis, mana yang harus didahulukan? Psikologi kesehatan (health psychology) punya penjelasannya, nih. Baik kesehatan fisik maupun psikis, keduanya saling berhubungan bahkan sampai ke hal yang vital yaitu penyakit kronis. Lebih lanjutnya, kepoin uraian berikut ini, yuk!

Penyakit menurut Psikologi Kesehatan

Hubungan antara pikiran (mind) dan badan (body) merupakan bahasan inti dari psikologi kesehatan. Dari segi praktis, seorang psikolog kesehatan membantu ilmuwan dan praktisi kesehatan memahami efek emosional dari suatu penyakit, ataupun sebaliknya. Simtom/sakit fisik yang disebabkan atau diperburuk oleh kondisi psikologis ini disebut gangguan psikofisiologis. Beda dari psikosomatis, kerusakan fisik pada gangguan psikofisiologis nyata dan benar-benar bisa terdeteksi melalui pemeriksaan dokter.

Menurut psikologi kesehatan, kondisi psikis dipengaruhi ataupun bisa memberi pengaruh dalam setiap penyakit fisik. Salah satunya, stres yang berkaitan erat sama respons biologis. Seorang dokter bernama Hans Seyle memperkenalkan GAS (General Adaptation Syndrome) buat menggambarkan respons biologis dari stres. GAS terdiri dari 3 fase, yaitu sebagai berikut.

  • Alarm reaction → sistem saraf otonom diaktifkan oleh stres, hormon-hormon tertentu dihasilkan, dan kalau stres sudah terlalu kuat, bisa terjadi hal-hal seperti luka pada saluran pencernaan, kelenjar adrenalin membesar, dan timus melemah.
  • Resistance → Kalau individu nggak berhasil mengatasi stres dengan cepat, terjadi kerusakan pada organ biologis.
  • Exhaustion → Kerusakan nggak bisa diperbaiki, bahkan berujung kematian.

Masih soal stres, daya tahan tubuh atau sistem imun juga dipengaruhi olehnya. Kalau terjadi sesuatu yang nggak sesuai dengan yang diinginkan kemudian timbul stres, mood negatif meningkat, dan antibodi SIgA (Secretory Immunoglobulin A) menurun. Penurunan antibodi bikin daya tahan tubuh menurun—risiko infeksi virus dan terserang penyakit jadi lebih tinggi.

Contoh lain kaitan antara kondisi psikologis dengan penyakit misalnya adalah penyakit jantung koroner. Orang yang penuh energi, serba tergesa-gesa, agresif, mudah marah, cenderung mengalami mudah mengalami peningkatan kecepatan detak jantung, tekanan darah, dan produksi hormon-hormon seperti adrenalin dan hormon lain utamanya yang berkaitan dengan stres. Itu semua bisa merujuk kepada penyempitan pembuluh darah hingga berujung pada penyakit jantung koroner.

Memelihara Kondisi Psikis sekaligus Fisik

Barangkali wejangan soal menjaga keseimbangan pola hidup udah sering banget kamu lihat. Tapi, melakukannya memang nggak semerta-merta jadi mudah. Kalau penjelasan dan contoh-contoh di atas seolah menekankan kalau kondisi psikis jadi faktor utama yang menyebabkan penyakit, sebenarnya demikian pula sebaliknya. Seseorang dengan penyakit kronis cenderung berisiko mengalami penurunan kesejahteraan hidup. Maka dari itu, baik kondisi fisik maupun psikis, perlu dijaga secara beriringan. Hal-hal yang bisa kamu lakukan mungkin ada di antara to-do-list berikut ini.

1.      Tahu dan aware sama kondisi fisik dan psikis diri sendiri.

2.      Memperhatikan pola hidup.

3.      Menjaga hubungan dan interaksi dengan orang-orang di sekitar.

4.      Rutin melakukan pemeriksaan kesehatan secara umum.

5.      Temukan cara coping stress ataupun regulasi emosi yang sesuai.

Pada dasarnya segala sesuatu perlu dilakukan secara seimbang. Jadi udah bisa disimpulkan, ya, mana yang harus didahulukan antara kondisi psikis atau fisik. Keduanya penting!

Referensi:

Davidson, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (2006). Psikologi Abnormal, edisi ke-9. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

_____ (1993). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *