Apakah kamu seorang perokok yang mengetahui bahwa merokok bahaya untuk kesehatan, tetapi tetap saja melakukannya? Bisa jadi kamu mengalami cognitive dissonance.
Apasih itu cognitive dissonance?
Yuk simak bareng-bareng!
Cognitive Dissonance
Cognitive Dissonance adalah sebuah situasi yang merujuk pada konflik mental yaitu terjadi ketika menghadapi keyakinan, sikap, dan perilaku yang berbeda atau nggak selaras. Kondisi ini juga dapat terjadi ketika seseorang melakukan suatu hal yang nggak sesuai dengan keyakinan atau nilai yang dianut. Apabila seseorang berada di situasi ini dapat menimbulkan perasaan nggak nyaman, dengan begitu akan mengarahkan seseorang pada perubahan salah satu sikap, keyakinan, atau perilaku untuk mengurangi ketidaknyamanan yang dirasakan tersebut. Perasaan nggak nyaman yang dimaksud seperti perasaan bersalah, menyesal, kecemasan, dan malu. Perasaan ini akan berpengaruh pada pikiran, perilaku, keputusan, sikap, dan kesehatan mental seseorang.
Istilah cognitive dissonance pertama kali dicetuskan oleh Leon Festinger pada tahun 1957. Menurut Festinger setiap individu mempunyai dorongan batin untuk dapat menjaga semua perilaku dan sikap untuk tetap selaras, kemudian berusaha untuk menghindari ketidakselarasan yang ada. Penyebab seseorang mengalami cognitive dissonance akibat adanya paksaan atau tekanan dari orang lain, membuat keputusan dari dua pilihan, dan berupaya keras untuk mencapai tujuan.
Contoh cognitive dissonance dalam kehidupan sehari-hari yang sering terjadi, seorang perokok mengetahui bahwa merokok nggak baik untuk kesehatan. Namun ia tetap saja melakukannya, walaupun sadar tindakan tersebut bahaya untuk kesehatannya. Dengan adanya ketidakselarasan tersebut, ia dapat mengubah perilakunya dengan berhenti merokok agar selaras dengan keyakinannya. Tetapi ia juga dapat mengubah pemikirannya tersebut bahwa rokok nggak berbahaya atau mencari efek positif dari merokok, seperti dapat mengurangi stres dan mencegah penambahan berat badan.
Seseorang yang mengalami cognitive dissonance memiliki beberapa tanda seperti merasa cemas sebelum melakukan sesuatu sampai mengambil keputusan, mencoba membenarkan keputusan yang sudah diambil, merasa malu dengan tindakan yang diambil, merasa bersalah atau menyesal dengan sesuatu yang pernah dilakukan, menghindari percakapan mengenai informasi yang bertentangan dengan sesuatu yang dipercayai, melakukan sesuatu hanya karena adanya tekanan sosial, dan suka mengabaikan informasi. Lalu bagaimana cara yang dapat kamu lakukan untuk mengatasi cognitive dissonance?
Cara Mengatasi Cognitive Dissonance
Berikut beberapa cara yang dapat membantu dirimu dalam mengatasi cognitive dissonance:
- Mengubah Keyakinan Lama
Mengubah keyakinan yang selama ini kamu anut dapat menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan cognitive dissonance. Namun melakukan cara ini nggak mudah, karena kamu harus mengubah apa yang sudah selama ini kamu yakini. Contohnya kamu menerima informasi baru bahwa merokok dapat meningkatkan risiko komplikasi kanker paru. Setelah mengetahui informasi tersebut kamu berhenti untuk merokok.
- Menambah Keyakinan Baru
Cobalah untuk menambah keyakinan baru, untuk mengurangi perasaan nggak nyaman yang kamu rasakan. Contohnya, kamu berpikir bahwa merokok dapat menyebabkan kanker paru-paru. Kemudian kamu mencari penelitian yang membuktikan hal tersebut, untuk mencari tahu apakah benar adanya atau nggak.
- Memvalidasi Tindakan
Memvalidasi tindakan atau keputusan yang kamu ambil dapat menjadi salah satu cara dalam mengatasi cognitive dissonance. Contohnya, seseorang yang suka begadang mengetahui bahwa tidur larut malam nggak baik untuk kesehatan, tetapi ia tetap saja melakukannya. Namun ia berdalih bahwa ia akan rutin olahraga dan tetap mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan untuk menyeimbangkannya.
Cognitive dissonance ialah kondisi perang batin saat seseorang dihadapkan dengan dua keyakinan yang berbeda. Cognitive dissonance nggak terjadi begitu saja secara otomatis, nggak semua orang yang sedang dihadapkan oleh situasi tersebut akan melakukan perubahan saat ada keyakinan dan perilaku yang berlawanan. Seseorang harus menyadari terlebih dahulu bahwa ada perasaan nggak nyaman dalam dirinya, setelah itu baru akan melakukan suatu perubahan.
Referensi:
Cancino-Montecinos, S., Björklund, F., & Lindholm, T. (2018) Dissonance reduction as emotion regulation: Attitude change is related to positive emotions in the induced compliance paradigm. PLoS ONE. 13(12): e0209012