Setiap orang bisa mengalami stres setiap harinya. Dari yang ringan hingga yang terasa begitu berat dan melelahkan sampai rasanya tidak ada ruang untuk bernapas. Rasa lelah teramat sangat, yang bahkan masih tertinggal kala pekerjaan di suatu hari sudah selesai dirampungkan, adalah pertanda bahwa stres yang dialami sudah menyebabkan kelelahan yang bukan lagi sekadar kelelahan fisik. Melainkan, kelelahan emosional atau emotional exhaustion.

Apa Itu Emotional Exhaustion?

Emotional exhaustion atau kelelahan emosional ditandai dengan rasa lelah secara emosional akibat stres yang dirasakan dalam jangka panjang di kehidupan pribadi, pekerjaan, atau keduanya sekaligus. Emotional exhaustion lebih banyak disebutkan sebagai salah satu pertanda utama dari burnout—sebuah reaksi stres akibat pekerjaan yang terlalu berat melebihi kemampuan seseorang. Emotional exhaustion akibat pekerjaan mencakup perasaan lelah, mudah marah, frustrasi, dan merasa kehabisan energi. Hal-hal lain yang menandakan emotional exhaustion antara lain kurangnya motivasi, memiliki masalah tidur, merasa hilang harapan, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, perubahan nafsu makan, hingga menjadi semakin sinis dan pesimis.

Tetapi, emotional exhaustion secara umum rupanya tidak hanya terjadi karena ‘jumlah’ pekerjaan—misalnya di kantor—yang terlalu banyak dan melebihi apa yang mampu seseorang kerjakan. Emotional exhaustion bisa juga disebabkan karena kebiasaan-kebiasaan yang secara tidak langsung menambah beban emosional. Beban emosional inilah yang menyebabkan seseorang jadi kurang temotivasi hingga sulit merasakan kegembiraan. Atau bahkan, sudah terlalu lelah untuk sekadar menikmati waktu yang ada.

Di antara kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah:

1. Membuat ekspektasi yang tidak realistis

Ekspektasi yang tidak realistis akan membebanimu secara emosional. Misalnya saja, ekspektasi untuk mempertahankan IPK 4.0 sampai lulus kuliah di tengah sepak-terjang kuliah itu sendiri yang sudah terasa cukup sulit, atau berekspektasi orang lain akan memperhatikanmu setiap saat sementara orang tersebut punya kesibukan yang berbeda denganmu. Padahal, semakin tidak realistis sebuah ekspektasi yang dibuat di awal, maka semakin besar pula risiko gagal atau tidak terpenuhinya ekspektasi tersebut.

Tidak mudah untuk mengatasi rasa frustrasi yang muncul akibat ekspektasi yang tidak terpenuhi. Kebiasaan berekspektasi tinggi tanpa memperhitungkan realitas, kemudian frustrasi yang ditimbulkan olehnya, dapat memicu kelelahan emosional kemudian.

2. Membanding-bandingkan diri dengan orang lain

Sebenarnya, membandingkan diri sendiri dengan orang lain adalah hal yang lumrah dilakukan oleh manusia. Katakanlah, hal ini merupakan suatu yang alamiah. Namun yang perlu kamu ingat, akan selalu ada orang lain yang ‘lebih’ daripada dirimu. Lebih cerdas, lebih cantik, lebih kaya, atau sebaliknya: lebih tidak beruntung, lebih tidak menarik, serta lebih-lebih yang lain. Maka sejatinya, tidak ada perbandingan seperti ini yang adil.

Membandingkan diri dengan orang lain bisa memberikan dampak positif seperti menginspirasi dan memotivasi, tetapi, bisa juga memberikan dampak negatif seperti menimbulkan perasaan tidak mampu, cemas, dan tidak bersyukur. Terlalu sering melakukan hal yang ‘tidak adil’ ini akan membuatmu lelah secara emosional.

3. Berkomitmen secara berlebihan

Yaitu, mengambil pekerjaan lebih dari yang diharuskan dan mampu dilakukan. Kamu menjanjikan dan berkomitmen untuk melakukan amat banyak hal di awal, lantas merasa kewalahan sendiri kemudian. Hal ini biasanya dilakukan karena ingin terlihat sibuk, takut tertinggal dari orang lain, atau takut kehilangan kesempatan. Rasa takut dan terburu-buru seperti itu tentu melelahkan, dan dapat membawamu kepada emotional exhaustion. Dampak lainnya, adalah kondisi fisik yang turut memburuk akibat pikiran yang terlalu lelah.

Emotional exhaustion tentu bukan sesuatu yang menyenangkan untuk dialami, terlebih tanpa mengetahui bagaimana mencegah atau bahkan menghadapinya. Jadi, bagaimana cara menyikapi emotional exhaustion?

Menghadapi Emotional Exhaustion

Jika telah banyak dari tanda-tanda kelelahan emosional kamu rasakan, maka sudah saatnya kamu melakukan sesuatu untuk itu. Mulailah dengan mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang memberatkan secara emosional seperti yang sudah disebutkan di atas, misalnya dengan mencoba beberapa hal berikut ini.

1. Kurangi, atau sisihkan dulu hal yang membuatmu stres.

2. Rehat, mengambil jeda selama beberapa waktu setiap harinya untukmu melepas apapun itu yang terasa membebani.

3. Melatih mindfulness, yaitu memastikan pikiran ada di satu waktu, terfokus pada apa yang tengah dikerjakan bersama dengan di mana kamu berada.

4. Berhenti membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain, kecuali dapat kamu pastikan hal tersebut dapat berdampak positif bagi dirimu sendiri.

Suatu kebiasaan pastilah sulit diubah. Makanya, perlu latihan untuk bisa mengatasi emotional exhaustion atau sepenuhnya terhindar darinya. Exhaustion is another level of being tired. Kalau-kalau lelah emosional sudah mulai kamu rasakan, ambillah waktu untuk rehat sejenak dari kesibukan. Ketika rasanya sudah terlalu berat pun, kamu tidak perlu ragu untuk menghubungi profesional. Your emotional wellness matters!

Referensi:

Gaines, J., & Jermier, J. M. (1983). Emotional exhaustion in a high stress organization. Academy of Management journal26(4), 567-586.

Moon, T. W., & Hur, W. M. (2011). Emotional intelligence, emotional exhaustion, and job performance. Social Behavior and Personality: an international journal39(8), 1087-1096.

https://www.psychologytoday.com/intl/blog/the-chronicles-infertility/201905/8-questions-check-if-youre-emotionally-exhausted
https://www.psychologytoday.com/us/blog/smashing-the-brainblocks/201909/3-habits-will-leave-you-emotionally-exhausted

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *