Rupanya begini….

Tidak terasa aku sudah melewati masa-masa SMA dimana aku harus memilih ingin lanjut kuliah atau kerja, memang bingung memilih pilihan itu karna dimana ABG yang cukup labil dalam mengambil keputusan antara keinginan orang tua, ikut-ikut teman atau ingin memilih sendiri. Tetapi pada saaat itu bisa dibilang aku ikut-ikut teman memilih profesi yang sampai sekarang masih saya tekuni, awalnya hanya iseng-iseng untuk mengisi waktu sepulang sekolah menemani teman rumah berolahraga untuk mengikuti penerimaan polisi. “ce es (panggilan yang biasa kami pakai) gua pengen jadi polisi…”sambil menatap awan dan keringat yang mengucur dikulit kulitnya sebut saja dia Sandi “udah siap fisik sama mental emangnya san?” “insyallah siap semuanya… lu mau lanjut apa sekarang ?” “belum tau nih bingung heheheh…” “udah jadi polisi aja kaya gua biar jelas gajinya”. Seketika aku terdiam dan menunduk tetapi mulutku bergerak dengan sendirinya “boleh juga tuh cees…” entah bagaimana aku bisa tertarik dengan ajakan sahabatku saat itu, terdengar suara adzan magrib berkumandang “allahuakbar…. allahuakbar…..” “wah cees udah magrib ayo pulang” sambil berlari menuju rumahnya diikuti aku yang berlari berlawanan dari rumahnya “iyaaaa… besok lari lagi gak ?” Tanyaku dari kejauhan “besok gua samper….” Dia menjawab dengan suara yang sudah nyaris tidak terdengar dan aku hanya diam dan tidak membalas omongan dari sahabatku.

Sambil berlari kearah rumah aku sambil berfikir dengan ajakan sahabatku untuk menjadi polisi, sebenarnya sulit untuk mengambil keputusan ini karna polisi dikalangan masyarakat sudah dicap jelek dengan kerjaan yang hanya menilang tanpa alasan untuk mendapatkan uang dan mencari-cari kesalahan seseorang untuk mendapatkan uang. Tetapi disisi lain mungkin itu hanya oknum-oknum yang kurang bertanggung jawab atas semua yang mereka lakukan itu, tidak terasa sudah sampai teras rumahku dan aku memutuskan untuk mendiskusikan bersama kedua orang tuaku. Setelah mandi dan solat magrib “assalamualaikum… aku pulang….” Sambil bergegas kekamar mandi teriakku dari dalam kamar mandi “buuu… bapak belum pulang ?” “belum… ada rapat katanya abis bagi rapot”. Iyaaaa.. Bapakku seorang guru matematika di SMA makanya aku bisa dapat nilai bagus karna beliau yang mengajarkan hehehe… Maklum beliau keras dalam hal pendidikan anak-anaknya tetapi sangat bersahabat dan mendukung dengan apa yang diambil dengan anak-anaknya yang menurut beliau baik dan wajar.

Selepas mandi aku ambil wudhu dan lekas solat karna waktu solat magrib hampir habis dikarnakan waktuku yang pulang sangat tepat untuk meminta petunjuk kepada Sang Pencipta dengan keputusan apa yang akan saya ambil. Sambil menunggu bapak pulang untuk membicarakan ketertarikanku soal ingin menjadi polisi, aku menyetel televisi sambil tiduran ternyata pembicaraan yang aku rencanakan gagal dikarnakan aku tak sengaja tertidur akibat terlalu lelahnya tadi aku berolahraga. Untung saja besoknya kedua orang tuaku dirumah, karna memang begitu sehabis bagi rapot pasti libur kegiatan ngajar mengajar. “nak bangun nak …” panggil bapakku “hmmm…” sambil mengulet kekanan dan kekiri“. Itu Sandi nyamper katanya mau olahraga lagi “iyaaaa… iyaaaa…. nanti Erik keluar”. Tidak beberapa lama aku berbicara seperti itu beranjaklah aku dari tempat tidur yang sangat empuk itu dan bersiap-siap untuk berolahraga. Aku lihat bapak sedang mengobrol dengan Sandi “ayo ce es langsung cabut….” Pintaku. “Pamit dulu yaaaa om….(saliman) Let’s go…..” sambil berolahraga seperti biasa.

Sepulangnya aku berolahraga terlihat kedua orang tuaku sedang duduk bersama seperti membicakan sesuatu yang penting “assalamualaikumu… aku pulang…” seketika pandangan kedua orang tuaku langsung tertuju kepadaku seakan-akan ingin memburuku “ehhh… sudah pulang rupanya… gimana cape olahraganya” firasatku tidak enak seperti akan diserang beribu-ribu pertanyaan “yaaaaaa gitu deh….” Jawabku dikarnakan lelah “sini duduk dulu mau ngomong sesuatu…” (duuukkkk…). Seketika jantungku berhenti sejenak benar saja ternyata firasatku. Duduklah aku dibangku yang telah disediakan sambil berkata dalam hati kayanya tadi pagi yang diobrolkan bapak dengan sandi “bener kamu pengen jadi polisi?” Tanya bapakku “hmmm… menurut bapak ibu gimana?” tanyaku kebingungan sambil mengelap keringat yag ada didahi “kalau bapak sih setuju-setuju saja gak tau nih ibu kamu baru mau ngasih tau kamu datang yaaa pas deh kalo gitu…” “sebenernya kalo ibu sih kurang setuju karna pasti nanti ditempatin tugasnya jauh dari bapak sama ibu belum lagi kamu gak bisa apa-apa”. Maklumin saja diriku ini anak manja kesayangan ibu yang apa-apanya selalu disiapin, “yaaaaa gapapa toh bu… biar anaknya rajin dan mandiri…” bela bapakku “masalahnya dia belum bisa apa-apa nanti kaget malah keteteran disana” jawab ibuku yang kekeh dengan pendiriannya “yaaaa gapapalah nanti juga bisa kaya Sandi… siapa tau bareng nanti kan bisa diajarin” bingung ibuku harus menjawab apa lagi, melihat muka ibu yang sedikit bete aku berusaha cairkan suasana dengan berbicara “orang Erik yang jalanin kok bapak sama ibu yang debat… udah ahhh Erik mandi dulu bau nih….” sambil senyum-senyum kuda yang terpaksa agar terlihat ganteng hehehe….

Malam harinya ketika kedua orantuaku dan aku sedang nonton televisi mulai lagi perdebatan kedua orang tuaku dikarnakan siaran yang menayangkan terlukanya anggota polisi saat sedang melaksanakan tugasnya. “Tuh… pak serem kalo jadi polisi bisa jadi kaya gitu…” sambil jari telunjuk menunjuk kearah televise. “Yaampun itumah emang lagi apesnya aja kali buu..” jawab aku yang melihat televisi bahwa itu memang ulah penjahatnya yang arogan. “Tuh denger… berarti kamu bener mau jadi polisi Rik ?” bela bapak aku sambil menanyakan kejelasannya “iyaaa pak gak enak ngerepotin terus…” jawab aku. “Ihhh kerjanya berhubungan langsung sama masyarakat tau rik harus berani…” sahut ibuku yang tersirat agar aku tidak jadi polisi yang membuat diriku diam, memang benar ucapan ibuku dari kecil diriku memang pemalu dan takut memulai pembicaraan dengan orang yang belum dikenal bahkan yang sudah kenal saja masih merasa tidak enakkan untuk menanyakan sesuatu. “Gapapa buu siapa tau Erik bisa berubah kalo nanti Erik jadi polisi hehehe….” jawabku sambil tertawa gelisah. “Udah sih buu kita dukung aja si Erik mau apa yang penting doa biar lancer-lancar saja” bela bapakku yang membuat ibuku mengangguk tersenyum yang membuat sedikit bangga dirinya bahwa anaknya sudah beranjak menjadi dewasa.

Saat pembukaan pendaftaran anggota kepolisian dibuka banyak peserta yang sudah siap. Ujian-ujian untuk menjadi anggota kepolisian memang sangat menyuliatkan dan yang cuma iseng-iseng atau bahkan tidak mempersiapkannya dari jauh-jauh hari bakal gagal begitu saja nampaknya, aku yang iseng-iseng seperti ini jadi merasa minder dengan yang lainnya “udah gak usah takut santai aja ucap Sandi” aku hanya mengangguk pelan. Test-test yang diberikan dari kesehatan fisik, psikologi, pengetahuan umum dan lain-lain alhamdulilah berhasil saya lewati dan inilah yang ditunggu-tunggu pengumuman kelulusan yang akan diberangkatkan pendidikan selama 4 tahun untuk menjadi anggota polisi. Seketika berdebar jantungku menunggu hasil yang akan dibacakan, banyak para peserta yang daftar dan gagal begitu saja dengan wajah kesedihan karna cita-citanya yang akan ditempuh gagal dicapai ditahun ini aku takut seperti mereka aku bingung akan apa aku nanti jika aku gagal hanya doa saja yang bisa aku ucapkan hilang sudah bahwa aku ikut ini untuk iseng-iseng karna ikut sahabat aku Sandi.

Nama peserta yang sudah disebutkan sudah mencapai 240 tetapi namaku dan Sandi masih belum muncul disebutkan oleh para pengawas, makin bingung saja diriku mau jadi apa aku nanti apa aku akan kembali menyusahkan kedua orang tuaku ? Aku menoleh kanan dan kekiri untuk mencari jalan keluar untuk melewati jalan yang ada orang tuaku yang datang menyaksikan tetapi pandanganku berhenti disahabatku yang masih percaya diri bahwa namanya pasti ada dipapan jalan yang ada dipengawas, terlihat kepercayaan diri yang tinggi dan berani dari mata sahabatku ini “nomer 248…. Erik Setiawan… Jakarta selatan.. 0905/p/0789” pengawas memanggil namaku yang membuat diriku terkejut entah harus bahagia entah harus sedih karna hanya aku yang berhasil lolos dalam pendaftaran meninggalkan Sandi sahabatku.

“selamat yaaaa ce es” sambil memelukku dan menitihkan air mata tidak tau karna bangga sahabatnya bisa lolos atau sedih karna dia gagal. “Tenang aja ce es masih ada tahun depann tetep semangat yaaa… gua tunggu lu disana tenang aja” jawabku menenangkan dia yang mulai membanjiri bajuku dan dia hanya mengangguk lemas. Datanglah kedua orang tuaku yang juga memelukku dan menitihkan air mata kegembiraan bahwa anaknya berhasil. Tetapi disinilah perjalananku harus dimulai… Aku harus benar-benar dituntut untuk mandiri, rajin, dan kuat fisik maupun mental karna disana tidak ada sahabatku apa lagi kedua orang tuaku untuk membantu diriku menjalani kehidupan ditempat pendidikan nanti.

Selang beberapa hari kelolosanku dalam penerimaan polisi inilah saatnya aku harus pergi dari zona amanku menuju tempat pendidikan dimana diriku akan ditempa selama 4 tahun. Apa yang akan terjadi nanti aku tidak terlalu banyak tahu tetapi pasti hidup disana akan membuat saya hidup teratur, rajin, mandiri dan bertanggung jawab apa yang telah dilakukan kedua orang tuaku dan sahabatku mengantar keberangkatanku kebandara untuk menuju ketempat pendidikan “semangat yaa disana terusin perjuangan gua cees” ucap sahabatku. “Gak usah mikirin orang rumah fokus aja kamu pendidikan disana” bapak sambil memukul-mukul pundakku agar aku selalu bersemangat. “Kabarin ibu kalo bisa megang hape yaaa Rik” tangis ibu memecahkan pertahanan air mataku. “Iyaaaaa buu pasti… Erik cuma minta doanya aja kok… Erik jalan dulu yaaaa… Assalamualaikum…” sambil melambaikan tangan kearah mereka yang berat sekali diriku melangkah meninggalkan mereka.

Kira-kira perjalanan dari Jakarta ketempat pendidikan menggunakan pesawat hampir 3 jam kurang, disana sudah ada bus yang menunggu kami untuk diantar ketempat-tempat latihan. Masuklah kami orang-orang terpilih memasuki bus mungkin hanya aku orang beruntung yag memasuki bus karna rata-rata mereka yang lolos pendaftaran polisi adalah orang-orang berada berbeda jauh denganku yang hanya dari kalang keluarga sederhana. Sesampainya ditempat yang sudah dituju kami semua yang berada didalem bus dikagetkan dengan suara ledakan seperti bom yang keras “BOOOMMMMM…..” semua kepala yang berada didalam bus serentak langsung menunduk dan menutup kuping mereka dan buspun berhenti belum selesai jantungku berdetak kencang. Rupanya suara orang berteriak-teriak menggedor-gedor bus ini menggunakan senjata api yang membuat semua makin panic kecuali sang supir yang mengantar kami “turun semuanya turun….duueeeerr… dueeeerrr….” Suara tembakan yang terlontar tepat disamping telingaku. Yang membuat pendengaran kurang jelas “jongkok… jongkok… barang-barangnya ditaro diatas kepala” ucap salah seorang yang menggunakan topi bertuliskan Pembina ditopi tersebut.

Diperintahkanlah kami untuk jalan jongkok membawa peralatan yang kami bawa diatas kepala menuju tempat pendidikan yang sebenernya tidak jauh. Kami diperintahkan jalan jongkok tapi karna medan perjalanannya saja yang naik turun yang membuat kami berat untuk melangkah kesana, keringat bercucuran deras diseluruh tubuhku ini yang membuat hampir sepenuhnya bajuku tertutup oleh lepeknya keringatku. Sesampainya didepan pintu gerbang pendidikan kami dibariskan untuk mendengarkan sambutan dari orang yang di tuakan dalam tempat pendidikan itu dengan barang-barang yang tetap diatas kepala dengan posisi masih jongkok “BERDIRIIII……” teriak salah seorang didepan kami menggunakan micropon yang membuat kami serentak langsung berdiri “masih kuat… ?” Tanya salah satu Pembina kepada kami semua “SIAP… MASIH….” Bersamaan dengan jawaban kami orang yang berada disamping barisanku jatuh pingsan, mungkin karna lelah dan takut yang dirasakan dia sehingga jatuh pingsan seperti itu atau karna teriknya panas matahari yang membuat dia dehidrasi karna terlihat bibirnya yang mulai mongering. Diangkatlah dia oleh salah satu Pembina yang mengawasi kami dari belakang “apa ada lagi yang mau pingsan?” Tanya seseorang yang berada orang disamping micropon “SIAP…TIDAK” jawab aku yang mengikuti orang-orang yang berbicara seperti itu “sekarang saatnya yang mau mundur kalo nanti sudah masuk sini tidak boleh ada kata mundur setelah ini” kembali aku mengikuti orang-orang terpilih itu “SIAP….”.

Diberikanlah kami barang-barang untuk hidup didalam yang merupakan menurut aku itu adalah kandang macan dimana kami sebagai buruannya, diberitahukanlah kami kamar yang akan ditempati dengan kasur model tangga dan syukur alhamdulilah saya dapat kasur paling pojok paling atas yang menurut saya itu tempat paling bagus untuk apa-apa hehehe… Setelah itu kami diberi waktu istirahat untuk mulai pertama kalinya progam belajar mengajar militer esok harinya.

Tidak mempeduliakan orang yang dibawah saya sedang apa, langsung saja saya tidur tanpa mengobrol apapun padanya. Yaaa mungkin karna memang aku dari kecil tidak bisa memulai pembicaraan pada orang yang belum dikenal, padahal dia sudah mencoba untuk mengajak aku berbicara “ehhh… ehhh…” aku pura-pura tidak denger dan melanjutkan tidur berharap agar cepat selesai pendidikan yang menyusahkan ini.

Besok paginya kami dibariskan untuk melaksanakan ospek atau orieintasi kalau sebutan di universitas. Pembina bilang ini pengenalan diri kami pada lapangan hitam sebutan Pembina tersebut “jungkir….” Sambil suara letusan senjata kembali terdengar “dddduuuuuueeeeerrrrr….” Bergegaslah kami untuk jungkir tetapi tak hanya jungkir kami juga disuruh merayap dan lain-lainnya. Sempat saya berfikir untuk menyerah tetapi sekilas terbayang wajah kedua orang tua saya yang sudah susah payah berjuang menghidupiku selama ini. Rupanya begini susahnya mengejar cita-cita untuk membahagian orangtua seperti orang tua yang susah payah berjuang, kerja keras banting tulang demi membahagiakan anaknya. J

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *