Apa yang terpikir olehmu jika ditanya cara apa yang kamu gunakan untuk ‘healing’? Jalan-jalan? Makan enak? Nonton film?

Healing termasuk istilah yang cukup beken di kalangan anak muda untuk mewakili upaya pemulihan diri; melepas sejenak beban yang mungkin dirasakan akibat pekerjaan atau tekanan lain, agar memperoleh kembali energi untuk melanjutkan hari-hari yang melelahkan. Ada banyak kegiatan yang orang jadikan sebagai cara healing-nya masing-masing. Liburan, mendaki gunung, pergi nonton ke bioskop, kumpul bareng keluarga, atau sekadar menikmati semilir angin di tengah tenangnya suasana sambil minum teh di rooftop.

Saking banyaknya cara yang tentunya berbeda pada setiap orang, ada dua cara sederhana nan ampuh sebagai metode healing yang justru luput dari perhatian. Yaitu, membaca dan menulis. Melihat, mencerna, hingga membuat sendiri rangkaian kata-kata rupanya punya efek ‘menyembuhkan’ yang barangkali tak kamu duga-duga. Soal bagaimana cara kerjanya, lanjutkan baca penjelasan di bawah ini, ya!

Bagaimana Rangkaian Kata Bisa Punya Efek ‘Menyembuhkan’?

Penelitian neurosains telah membuktikan bahwa kata-kata memiliki efek luar biasa bagi otak. Salah satunya, kata-kata membantumu dalam “memberi nama” emosi-emosi yang kamu rasakan; “cemas”, “sedih”, “senang”, “bingung”, dan sebagainya. Upaya ini mengaktifkan bagian otak yang berkaitan dengan bahasa dan pengartian yaitu area Broca dan Wernicke, yang bisa meningkatkan mindfulness dan self-awareness—sesuatu yang kamu butuhkan saat healing time. Sebagaimana yang disebutkan oleh Bishop dkk. (2006), mindfulness berkontribusi mengatasi distres emosional dan perilaku maladaptif.

Membaca juga disebut berefek menyembuhkan khususnya yang berbentuk puisi dan kisah kehidupan orang lain. Puisi mampu meningkatkan mindfulness, dan membuatmu melihat dunia serta dirimu sendiri dari sudut pandang lain secara lebih positif (Siegel, 2007), sekaligus meningkatkan empati.

Lantas, bila sekadar “kata-kata” dan membacanya bisa berefek seperti itu, maka demikian pula menulis. Penelitian dari psikolog James Pennebaker menemukan bahwa upaya menuliskan peristiwa traumatis masa lalu bisa mendatangkan efek yang sama bermanfaatnya dengan terapi. Hasil serupa ditemukan untuk kegiatan menulis naratif, yaitu menuliskan kisah sendiri dari sudut pandang orang ketiga, mampu menurunkan tingkat depresi (Savitri, Takwin, & Romdonah, 2019).

Penelitian-penelitian itu baru sedikit dari sekian banyak temuan yang menjadi dasar asumsi bahwa menulis merupakan salah satu jalan agar terhubung dengan pikiran sendiri. Menulis ekspresif dan naratif terbukti bisa meningkatkan mood dan kesejahteraan.

Kalau agaknya penjelasan di atas masih membingungkan, berikut ini terangkum cara-cara sederhana yang bisa kamu terapkan untuk menjadikan kegiatan membaca dan menulis sebagai metode healing.

1. Journaling

Journaling mirip halnya dengan menulis buku harian. Kegiatan ini tak terbatas pada menuliskan apa-apa yang kamu alami, tapi juga bisa berupa to-do list, daftar hal yang kamu syukuri per harinya, mood tracker, atau apapun itu yang ingin kamu tuliskan. Kreativitas untuk melakukan journaling benar-benar bervariasi. Dari yang sekadar menulis dengan buku dan pulpen, sampai memanfaatkan brushpen khusus, stiker bergambar, tape, dan lain-lain. E-journaling pun bisa dilakukan di perangkat elektronik yang mendukung seperti tab. Sebagai inspirasi, kamu bisa mencari banyak contoh journaling ini di dunia maya.

2. Reading Challenge

Kali ini kamu bisa mencoba menantang dirimu sendiri untuk membaca. Reading challenge amat bervariasi di kalangan para pembaca buku, yang biasanya berupa target jumlah buku yang harus dibaca dalam jangka waktu tertentu. Tapi, itu bukan sebuah keharusan untuk membuat reading challenge. Kamu bisa membuat reading challenge-mu sendiri, seperti membaca satu puisi, prosa, cerpen, atau kisah inspiratif dalam sehari. Sekarang sudah banyak buku yang berisi quotes yang memang ditujukan untuk healing, yang bisa dibaca oleh siapapun bahkan mereka yang biasanya tak suka membaca buku.

3. Membuat Catatan Harian Elektronik

Kalau kedua kiat sebelumnya masih terlalu berat dilakukan atau sulit dibiasakan, kamu bisa pilih opsi ini. Caranya, cukup buka smartphone-mu dan manfaatkan fitur note atau memo di dalamnya. Ketikkan apapun seperti halnya saat melakukan journaling di sana. To-do list, ungkapan syukur, curhat, apapun itu. Ini bisa jadi awal yang baik bagimu untuk memulai dengan mudah.

Kamu yang tak terbiasa mungkin merasa ragu menjadikan membaca dan menulis sebagai metode healing dari kesibukan sehari-hari. Berpikir ‘nggak sempet’, ‘ribet’, atau ‘butuh effort banyak’. Tapi, tidak pernah salah untuk mencoba sesuatu yang baru dan berbeda dari biasanya ‘kan?

Referensi:

Bishop, S. R., Lau, M., Shapiro, S., Carlson, L., Anderson, N. D., Carmody, J., … Devins, G. (2006). Mindfulness: A proposed operational definition. Clinical Psychology: Science and Practice, 11(3), 230–241. doi:10.1093/clipsy.bph077

Savitri, S. I., Takwin, B., & Romdonah, I. (2019). Menulis naratif dengan menjaraki-diri mampu menurunkan gejala depresi. Jurnal Ilmu Perilaku, 3(2), 118-130.

https://positivepsychology.com/benefits-of-journaling/
https://www.psychologytoday.com/us/blog/your-personal-renaissance/201911/the-healing-power-words

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *