“Aaaaaaa!!” aku berteriak. Dan ngeri dengan suaraku sendiri. Itu suara laki-laki. Cermin di dalam kamar mandi yang tepat di seberang pintu kamar mandi memantulkan wajahku. Seraut wajah dengan rambut ikal, alis mata tebal, sipit, tulang hidung yang tinggi dan bibir yang tipis, serta dagu dengan sejumlah rambut! Aku menutup mulutku. Dan bayangan di cermin itu juga menutup mulutnya. Serentak aku keluar dan menutup pintu kamar mandi. Keringat dingin seketika menyembul di keningku. Perutku terasa diaduk-aduk. Mual. Nafasku tak beraturan. Aku menelan ludah berkali-kali. Dalam sekejap aku merasa berjarak dengan segala yang nyata, dan menyatu dengan segala yang mustahil. Siapakah laki-laki di dalam cermin? Aku? Bukankah aku adalah Arizka? Istri Handaru? *
Siapakah aku di dalam pembuka cerpen di atas? Mengapa ia ngeri dengan suaranya sendiri? Kenapa dia heran ketika suaranya adalah suara laki-laki? Mengapa ia seperti sangat terkejut? Siapa itu Arizka istri Handaru?
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benak pembaca adalah kondisi yang diharapkan penulis, ketika menciptakan lead atau kalimat atau paragraf pembuka. Dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, pembaca tidak akan menutup bukunya sebelum pertanyaan-pertanyaan itu terjawab. Dan pada saat itulah, Anda sebagai penulis sedang menciptakan attachment atau bonding , ikatan emosional dengan pembaca. Kalau pun pembaca meletakkan bukunya sebentar, ia akan kembali untuk meneruskan membaca sebab pertanyaannya belum terjawab.
Lead yang baik adalah lead yang mengundang penasaran. Sebagaimana ketika Anda ingin mendapatkan perhatian seseorang, maka akan mengupayakan agar Anda dapat mengundang perhatian, bagaimana pun caranya. Rasa penasaran sesungguhnya adalah sensasi terbaik yang diinginkan pembaca. Seperti dalam hidup yang tak menentu, sesungguhnya ketidakpastian hiduplah yang membuat hidup menjadi menarik. Hmm setidaknya bagi saya. Memang tidak ada salahnya membuat lead yang datar dan deskriptif. Tetapi percayalah, lead yang mengundang jauh lebih seksi.
Rasa penasaran, dalam riset psikologi dipandang dari dua sisi yang negatif dan positif. Rasa penasaran dianggap sebagai kekuatan yang mendorong perkembangan anak-anak (Stern, 1973; Wohlwill, 1987). Literatur pedagogy (pendidikan anak) juga menyatakan bahwa guru harus menstimulasi rasa penasaran anak, agar mereka mau belajar (Mc. Nay, 1985), rasa penasaran juga merupakan dorongan atas penemuan-penemuan para saintis, dan bahkan dorongan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi (Kostle, 1983; Simon 1992). Serta tentu saja digunakan untuk mendapatkan simpati pembaca dalam sastra dan seni, juga banyak digunakan untuk menciptakan realitas baru, menciptakan sensasi misterius yang digunakan dalam pembuatan iklan dan meningkatkan penjualan produk (King, 1991). Tetapi sekali lagi, dunia memang paradoks, sisi gelap rasa penasaran tentu saja ada, rasa penasaranlah yang pantas disalahkan atas kecemasan (human anxienty), penggunaan narkoba dan perilaku seks pertama kali, serta perilaku kriminal lain (Kolko & Kazdin, 1989)
Bagaimana cara membuat lead yang mengundang rasa penasaran? Jika memperhatikan paragraph di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa, keseluruhan cerita semestinya adalah cerita yang penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh penulis dan dinanti oleh pembaca. Buatlah topik-topik yang paradoks, misalnya: bagaimana jika seorang ustadz diminta berdakwah di daerah pekerja seks komersial dan kemudian ada dari salah satu PSK yang jatuh cinta? Atau bagaimana jika ada seorang gadis yang karena kasihan pada temannya yang jomblo bertahun-tahun dan bersedia berpura-pura menjadi pacarnya? Apa yang akan terjadi jika seorang perempuan seperti Drupadi yang memiliki 5 suami (Pandawa versi India) benar-benar ada? Bagaimana jika ada para penghuni surga –yang tentu saja sudah meninggal- bisa menelpon kerabatnya dari surga (Mitch Albom, 2012) Intinya, mulailah dengan “What if” seperti tulisan saya di bagian lain dari blog ini.
Jika sudah menggunakan “bagaimana jika” sebagai inti cerita, maka mulailah dengan kalimat pembuka yang menohok. Lalu ikuti dengan kalimat-kalimat yang paradoks atau mempertentangkan antara fakta dan harapan. Dan tentu saja jangan lupa pertanyaan-pertanyaan si tokoh atas apa yang dilihatnya, dirasakannya, dialaminya, diendusnya dan seterusnya. Dan jangan lupa, tulisan yang baik itu memperlihatkan (show) dan bukan berkata-kata ( not tell) !
Jadi bagaimana? Sudah siap membuat penasaran pembaca? Tuliskan, sekarang!
*Tunggu ya cerpen ini akan terbit beberapa saat lagi di salah satu media nasional.
Lowenstein, G, (1994) The Psychology of Curiosity , Psychological Buletin, American Psychology Association, America
Albom, M (2012) First Call from Heaven (terjemahan), Gramedia Pustaka, Jakarta.