“Aku tidak bisa berhenti mencintainya.. Rasanya dunia ini gelap gulita. Kenapa ini terjadi padaku? Bukankah dulu dia berjanji akan selalu setia, selalu ada. Dia milikku, kenapa sekarang berubah? Dia pergi. Hatiku ini rasanya patah. Aku ingin pergi saja dari dunia ini”

Sedih ya? Paragraf di atas?

Ada emosi yang intens dan pusat tuturan yang berkisar pada satu subyek, si Aku. Teks tersebut intens bertutur tentang apa yang terjadi di dalam pikiran dan perasaan si penutur. Siapakah si penutur? Apakah saya (Intan Savitri) atau Anda yang terwakili perasaan dan pikirannya krn Anda mungkin sedang mengalami hal yang sama dengan paragraph di atas. Si penutur dalam teks tersebut berperan sebagai aku yang sedang patah hati. Siapa sesungguhnya Aku dalam cerita? Bisa saya, bisa Anda! Semua yang memiliki konteks (pengalaman) yang sama dengan sebuah peristiwa yang secara umum disebut patah hati.

Dalam buku PRONOUNS karya D.N.S Bhat disebutkan bahwa arti kata ganti personal (personal pronouns) berfungsi sebagai penjelas, apa peran (person) dalam teks dan bukan mengidentifikasi siapa yang berperan dalam teks. (itu sebabnya saya bertanya: siapakah aku dalam teks? Intan Savitri? Atau Anda si pembaca teks ini?) karena tidak bisa menunjukkan siapa? Tetapi apa perannya, maka si aku dalam teks bisa siapa saja, yang penting perannya “si aku berperan sebagai aku yang sedang patah hati”

Menurut pendapat saya, inilah yang menyebabkan kata ganti personal memiliki potensi secara psikologis yang menyebabkan si penutur dan si pembaca terbenam (immersed) dalam pengalaman si aku dalam teks. Baca akar empati di tulis topic “Menajamkan Empati dengan Membaca Fiksi”. Jadi jika Anda sebagai penulis menginginkan apa yang Anda tulis memiliki efek keterwakilan atau representasi dari pembaca, maka pakailah kata ganti personal pertama. Maka efek bagi pembaca (yang kebetulan memiliki pengalaman dan konteks yang mirip) akan berkata “Ih, ini aku banget!”

Apakah yang terjadi ketika seseorang berkata “ih ,ini aku banget” ? menurut Kauffman & Libby (2012) itu adalah experience taking (pengambilan pengalaman), yakni the imaginative process of spontaneously assuming the identity of a character in a narrative and simulating that character’s thoughts, emotions, behaviors, goals, and traits as if they were one’s own. Proses pengambilan asumsi spontan imajinatif bahwa identitas, karakter dalam naratif (cerita) serta proses mensimulasikan karakter, pemikiran, emosi, perilaku, tujuan dan kepribadian tokoh dalam cerita, sebagai dirinya.

Bagaimana proses experience taking ini terjadi? Kondisi-kondisi individu seperti apa yang mudah melakukan experience taking dan mana yang tidak mudah? Nantikan tulisan saya berikutnya yaaa!

D.N.S Bhat (2004) “Pronouns” Oxford Studies for Typhology and Lingustic Theories,  Oxford University Press Inc., New York

Kauffman., G.F. & Libby. L.K., (2012). “Changing Believe and Behavior Through Experience Taking”, Journal of Personality and Social Psychology

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *