Entah apa yang dipikirkan saya saat itu sampai saya mau untuk menerima permintaan orang tua saya untuk segera mengakhiri masa lajang saya. Saya tidak akan pernah menyangka bahwa hal itu akan menjadi sesuatu yang rumit yang akan saya hadapi. Mungkin inilah yang kata orang takdir, walaupun untuk sebagian umat dimuka bumi ini masih awam akan kata “ takdir “. Banyak yang mengatakan bahwa takdir dapat kita ubah, namun untuk kali ini saya benar-benar tidak mempercayai apapun tentang sesuatu mengenai takdir. Hati saya seakan kelu dan pikiran saya kacau untuk dapat lebih lanjut menelaah apakah arti takdir itu sebenarnya.
Mungkin anda sedikit bingung akan pernyataan saya dari tadi yang berbicara tentang takdir, salah saya untuk tidak memperkenalkan diri saya terlebih dahulu. Saya adalah Aryo Darmawan, anak kedua dari tiga bersaudara. Keluarga saya sebenarnya adalah keluarga yang sangat modern, saya lahir ketika keluarga saya bermukim di Australia, orangtua saya adalah pengusaha dimana Ayah saya adalah penerus tunggal usaha tembakau, sedangkan Ibu saya adalah pengusaha yang memilih pada usaha bidang pendidikan dengan membuat sebuah kursus tujuh bahasa dalam satu tempat kursus dan sudah mempunyai beberapa cabang di Jakarta, serta sukses membawa anak didiknya ke negara-negara tetangga karena prestasinya. Saya berkuliah di salah satu universitas swasta terbaik di Jakarta dan mengambil jurusan yang sebenarnya tidak terlalu saya idamkan, yaitu ekonomi. Lagi-lagi karena orang tua, saya menuruti permintaan mereka dengan mengambil jurusan tersebut. Kata orang dulu, kuliah akademisi lebih menjamin kelanggengan masa depan, serta dapat menjadi orang yang berguna. Sebenarnya saya lebih menyukai dunia seni, dunia dimana saya dapat menjadi diri saya sendiri, mengembangkan imajinasi saya dan mengaplikasikannya pada nada-nada yang indah serta membuat orang yang mendengarkan terkesan dan merasakan segala perasaan yang saya rasakan. Kembali pada dunia perkuliahan ekonomi, dunia dimana saya lebih merasa menjadi seorang robot yang hanya harus menyelesaikan sesuatu hanya karena kewajiban saja, namun karena pada dasarnya saya berotak cerdas kata orang-orang, sehingga saya dapat menyelesaikan kuliah ekonomi saya dengan sangat lancar. Dari tempat kuliah ekonomi saya inilah saya mengenalnya dan cerita kami berlanjut.
Mirna Asokawati, nama dari wanita yang saya kenal dan mendampingi saya sekarang. Saya mengenalnya di universitas tempat saya berkuliah, jurusan yang Mirna ambil adalah jurusan fashion designer. Mirna adalah orang yang menyenangkan menurut saya, dia selalu mengutarakan pendapatnya dengan sangat lugas jika dia menyukai sesuatu atau tidak. Banyak yang tidak mengerti akan kepribadian Mirna, bahkan teman-teman saya banyak yang berpendapat bahwa Mirna adalah sosok orang yang aneh dimata mereka, namun saya tidak menganggap demikian. Mungkin Mirna memang orang yang sangat pemilih dalam berteman, saya pernah menanyakan padanya perihal ini, namun dia hanya menjawab “ saya senang dengan apa yang saya lakukan untuk kebaikan saya sendiri walaupun dipandang aneh “ . sikap inilah yang membuat saya tertarik padanya. Mirna adalah tipe wanita jika kalau ingin sesuatu pasti dia akan melakukan sesuatu untuk mendapatkannya. Itu yang saya rasakan ketika dia berusaha untuk menarik perhatian saya.
Saya adalah orang yang bisa dikatakan kurang pergaulan sejak masih duduk dibangku sekolah. Padahal tidak sedikit orang yang berpendapat bahwa saya mempunyai ketampanan sejak lahir. Saya orang yang sangat tidak dapat langsung dekat dengan seseorang, bukan karena saya mempunyai sebuah ketraumaan tersendiri perihal berteman, namun saya memang tidak terlalu suka didalam suatu keramaian dan melakukan hal-hal yang tidak berguna menurut saya. Saya suka sehabis saya berkuliah, saya langsung pulang untuk langsung tenggelam didalam hobi saya yaitu musik. Sedari SMA, saya memang tidak seperti teman-teman lelaki seangkatan saya yang sudah banyak berganti-ganti kekasih. Hubungan dengan lawan jenis bisa sangat dihitung jari dalam kehidupan saya. Inilah yang akhirnya membuat saya hanya mempunyai teman perempuan sangat sedikit, salah satunya Mirna.
Kembali pada Mirna, Mirna sangatlah perhatian dan sangat mensupport dalam hal apapun yang saya inginkan pada mulanya. Saya tidak mengetahui apakah dia agresif terhadap saya atau tidak, namun Mirna selalu mengikuti saya kemana pun saya pergi dan selalu ingin tahu kegiatan apa saja yang saya lakukan seharian itu. Itulah yang membuat saya untuk pertama kalinya mengenal wanita yang menurut saya begitu perhatian dan entah kenapa saya menyukainya, walaupun banyak teman lelaki saya dikampus mengatakan bahwa Mirna adalah sosok yang sangat agresif dimata mereka. Namun mengapa saya menyukai tingkahnya pada saya pada saat itu dan tidak keberatan untuk selalu menuruti permintaannya. Menurut saya permintaannya tidak seaneh yang para teman-teman kampus saya bicarakan. Mirna bukanlah sosok yang dikatakan cantik seperti idaman para lelaki, namun pembawaan serta kharismanya membawa saya pada sebuah pandangan dimana Mirna adalah sosok yang menarik dan lain dari wanita lainnya. Mirna sangat mungkin hanya menggunakan kaos belel dengan jeans robek-robek serta sepatu kets untuk kekampus walaupun dia anak dari jurusan Fashion designer yang kebanyakan dikenal sebagai manusia yang mengerti Fashion. Namun lagi-lagi Mirna selalu bilang “ ini gaya saya, orang berkreasi itu harus nyaman sama diri sendiri dulu, wong arsitek saja banyak kok yang rumahnya amburadul, yang penting karyanya untuk orang lain dihasilkan dengan hasil terbaik “. Entah kenapa saya selalu menyetujui apapun yang Mirna katakan walau kadang itu tidak lazim seperti pikiran orang biasa.
Kehidupan asmara kita bisa dikatakan tidak seperti orang berpacaran selayaknya. Kita terasa terikat namun tidak terikat. Ada saatnya saya merasa dia adalah kekasih saya, namun ada saatnya saya merasa dia hanyalah seorang teman, dan Mirna pun juga selalu berkata untuk menjalankan saja apa yang didepan mata tanpa memikirkan yang terlalu serius, saya pun menyetujuinya. Namun demikian, keluarga kami masing-masing sudah saling mengenal. Ibu dan Ayah saya juga termasuk sudah dekat dengan Mirna. Mirna adalah wanita yang sangat pintar memasak, dia selalu membuatkan hidangan menarik selera dan tidak jarang diberikan pada keluarga saya, sehingga dengan mudahnya Mirna sangat diterima dikeluarga saya. Begitupun saya dikeluarga Mirna, Ayah dan Ibu Mirna sangat menyukai saya karena kata mereka saya adalah orang yang sangat cerdas dan penurut dimata mereka. Kehidupan asmara kami pun tidak ada yang menarik, tidak semenarik saat saya baru mengenalnya dahulu. Hingga pada akhirnya saya memutuskan untuk berkuliah Musik di Australia dan melanjutkan mimpi yang ingin saya raih dari dahulu. Orangtua saya sangat tidak setuju pada awalnya akan keputusan saya untuk berkuliah musik di Australia, namun saya sudah berkomitmen pada diri saya bahwa setelah saya berhasil menyelesaikan kuliah ekonomi saya yang mana itu adalah permintaan Ayah dan Ibu saya, maka sebagai gantinya saya harus diizinkan untuk berkuliah seni Musik sebagai timbal balik. Dengan berat hati akhirnya Ibu dan Ayah saya pun mengizinkan tanpa syarat apapun pada mulanya.
Saya melanjutkan kuliah di sebuah Universitas seni terkemuka di Australia dengan mengambil jurusan Contemporary Music. Saya sangat menemukan dunia saya disana, saya sangat bebas, bergairah, dan benar-benar merasakan bahwa kehidupan saya sangat indah. Saya bisa membuat nada-nada semau perasaan saya dan selalu saya tuang dalam sebuah partitur lagu sehingga menjadi sebuah lagu yang sangat menggugah perasaan orang yang mendengarkan, kira-kira itu yang dikatakan teman-teman saya saat itu. Saya merasakan bahwa saya seperti burung yang baru lepas dari sangkar, saya merasakan kehidupan yang sangat lepas dan tanpa beban, setiap detik yang saya lewati sangat bermakna menurut saya. Saya merasa tidak ingin berhenti dari hidup saya bersama musik. Jatuh cinta pertama kali yang saya rasakan saat itu yaitu bersama musik.
Banyak yang sudah saya lalui di musim saya berkuliah di Jurusan musik ini, saya banyak berkenalan dengan para musisi dari seluruh negara dan bertukar pemikiran mengenai musik. Karena gairah saya begitu besar pada musik sehingga saya menjadi mahasiswa yang sangat berprestasi disana. Ketika ada pekan musik di sana, saya selalu didapuk menjadi pengisi inti untuk dapat menampilkan keahlian saya dipanggung. Itulah yang membuat tidak sedikit dosen serta teman-teman saya menyerahkan saya suatu pekerjaan kepada saya. Sehingga dengan otomatis saya berkuliah dan menghasilkan penghasilan juga atas karya-karya saya. Saya berkata dalam hati untuk dapat meneruskan pekerjaan saya sementara di Australia selepas menamatkan kuliah saya. Namun kehidupan yang saya idamkan setelah tamat kuliah itupun akhirnya hancur seketika, ketika sebuah telepon dari Indonesia mengusulkan saya untuk segera pulang dan segera menikah.
***
Penurut, mungkin suatu sikap yang masih banyak diidamkan orangtua jaman dahulu, sekarang, mungkin kedepannya terhadap anak-anaknya. Tapi entah kenapa saya sangat benci dengan sikap saya yang satu ini. Saya mengira bahwa sikap inilah yang membuat saya tidak mempunyai pendirian dihidup saya. Ada yang bilang bahwa saya bukan anak penurut, namun anak yang tidak punya pendirian, anak yang tidak tegas, dan plin-plan dalam hidup. Apapun kata orang, saya tetap benci dengan sikap saya yang tidak pernah bisa mengatakan tidak terhadap orangtua saya. Sebuah teori mengatakan bahwa jika sang anak mempunyai pendidikan yang cukup, maka dapat melemahkan pengendalian orangtua terhadapnya, namun tidak pada kasus saya. Saya tidak percaya teori apapun saat ini, karena tidak ada yang nyata pada kehidupan saya. Hingga akhirnya sebuah permintaan yang menurut saya lebih ke sebuah pemaksaan itu pun saya terima. Saya menerima untuk dapat melamarnya. Ya .. melamar Mirna Asokawati, yang setelah 4 tahun ini telah menjadi asing buat saya.
***
Hari Pernikahan pun tiba. Bagi sebagian pasangan, hari inilah hari yang sangat diimpikan, hari dimana seseorang sudah merasa mulai mempertanggung jawabkan pilihan dihidupnya, tapi bolehkan saya berkata jika hari ini adalah hari terasing buat hidup saya, asing dimana bukan karena saya tidak mengerti proses pernikahan itu, namun asing karena pilihan hidup yang terjadi sulit saya mengerti. Pernikahan diadakan secara sederhana dikediaman saya dimana hanya hal ini yang bisa saya menangkan dari Ibu dan Ayah saya yang pertama memaksa ingin mengadakan acara besar-besaran di sebuah Ballroom Hotel ternama di Jakarta. Semua proses sudah dilaksanakan secara lancar, kini Mirna telah resmi menjadi istri saya. Keramaian dirumah saya selepas acara menjadi momok yang memacu kepanikkan saya, mendengar keluarga dekat bersendau gurau bersama dan tidak sedikit yang mengatakan betapa beruntungnya saya memiliki wanita seperti Mirna yang sangat jago memasak yang sesaat membuat saya terdiam untuk dapat mengerti keadaan saya dan membiarkan mereka berceloteh semau mereka. Beberapa pesan masuk dengan lancarnya melalui handphone saya hanya untuk mengatakan betapa mereka senang mendengar kabar tentang pernikahan saya, bahkan tidak sedikit ada yang merasa kaget dengan kabar yang sangat terasa terburu-buru.
Mirna sangat bahagia dihari itu, berkali-kali dia mengatakan betapa rindu dan cintanya dia terhadap saya, dan sangat tidak terpikirkan bahwa akhirnya dirinya menjadi istri saya setelah keadaan yang memisahkan kita berdua. Untuk saat ini saya tidak tega merusak kebahagiaannya dan berdoa dalam hati untuk meyakinkan bahwa saya juga mencintainya.
***
Bulan-bulan kami lewati bersama. Saya memutuskan untuk membuat sebuah studio musik profesional bersama teman musisi saya di kawasan elite di Jakarta dan memulai semua dari awal. Sosok Mirna menjadi sangat berarti dihidup saya. Saya semakin menemukan jawaban kebahagiaan atas keputusan orangtua saya untuk saya dapat menikah dengan Mirna dan menjadikan keputusan itu menjadi keputusan tertepat untuk saya saat ini. Mirna menjadi istri yang sangat baik untuk saya walaupun Mirna menjadi sedikit otoriter di Rumah kami, namun pada awalnya saya tidak keberatan akan hal itu, karena menurut saya sangat membantu untuk mengurusi rumah tangga selagi saya bekerja. Mirna selalu membuatkan masakan special buat saya, dan menjadi teman yang baik dalam memutuskan keputusan sesuatu dihidup kami. Saya semakin yakin bahwa selama ini saya memang benar mencintainya. Pengetahuan Mirna akan masakan sangat luas, sehingga masakannya pun tidak hanya seputar masakan Indonesia, namun masakan dari China, Eropa, bahkan Korea pun sangat dia kuasai, sehinggga tidak ada kata bosan untuk dapat makan di rumah sendiri. Yang paling saya suka adalah ketika saya selalu mendapatkan bonus makanan special kalau saya dapat pulang dari kerja lebih awal.
Tak terasa setahun berlalu dan saat ini Mirna sudah melahirkan anak pertama kami dan kami berdua sangat bahagia untuk menyambut anak pertama kami yang berjenis kelamin perempuan, untuk saat itu saya merasa bahwa ternyata sesuatu yang saya takuti mungkin tidak akan pernah terjadi. Setelah anak pertama kami yang kami beri nama Yuna menginjak 2 tahun. Dengan kemampuan yang mempuni, Mirna akhirnya membuat suatu usaha catering.
Semakin hari usaha saya dalam bidang musik pun berkembang pesat, tidak sedikit penyanyi-penyanyi hebat yang akhirnya memutuskan untuk berkerjasama dengan saya. Nama saya dikalangan musisi pun mulai sangat diperhitungkan, kesibukkan saya bertambah berlipat-lipat dari sebelumnya, untuk pulang kerumah pun kadang tidak sempat dan tidak jarang saya harus menginap di studio saya untuk menyelesaikan pekerjaan saya. Saya menjadi seperti seseorang yang baru keluar dari sangkarnya, saya sangat bersemangat untuk berkarya dan merasa hal inilah yang saya rindukan setelah saya menyelesaikan kuliah saya dahulu, namun ternyata tidak untuk Mirna. Kesibukkan saya membuat Mirna menjadi berubah terhadap saya, dia sangat suka menyindir saya dengan kata-kata yang kadang mengejutkan untuk saya dengar, bahkan tidak sedikit kata-kata itu menyakitkan saya, sikap otoriternya membuat keadaan semakin parah, Mirna menjadi sosok yang sangat saya ingin hindari dan sedikit demi sedikit ketakutan saya yang pernah saya lupakan akhirnya muncul kembali, yaitu ketakutan akan perasaan tidak bahagia.
Hari demi hari saya lalui layaknya sedang berada dalam sebuah tempat penyiksaan. Mirna tidak pernah berhenti berbicara kasar terhadap saya. Mirna yang dahulu saya kenal sangat bijaksana untuk diajak berbincang, kini hilang sudah. Saya selalu berusaha untuk mencoba untuk berbicara padanya tentang masalah yang mungkin membuatnya seperti ini, namun lagi-lagi saya yang Mirna sudutkan. Mirna selalu mengatakan kalau saya suami tak bertanggung jawab dan sangat tidak dapat menjadi figure yang cocok untuk anak kami. Pembicaraan pun kami akhiri setelah keadaan sudah memanas. Kami terhenti pada satu titik yaitu titik dimana kami merasa kami adalah pasangan yang tidak mempunyai kesatuan dihati.
***
Tidak terasa keadaan rumah yang dingin sudah kami lalui hampir 4 tahun lamanya. Sampai sekarang kami pun belum resmi berpisah, bukan karena kami masih saling cinta satu sama lain ataupun pemahaman kami yang makin mengerti satu sama lain, namun kami tidak berpisah dahulu karena masalah anak, kami mau menemukan waktu yang tepat untuk menyiapkan anak untuk siap mengetahui keadaan kami yang sebenarnya. Ditahun ke-4 ini kita sudah tidak canggung lagi untuk menyatakan bahwa kami keluarga yang mempunyai masalah, mungkin saat awal dahulu kami selalu saja menutupi kondisi rumah tangga kami kepada banyak orang, namun sekarang kami lebih berani dan jujur kepada mereka mengenai kondisi kami. Bukan ingin dikasihani, namun menurut saya sudah terlalu banyak kebohongan dan sesuatu yang tidak nyaman di keluarga ini dan saya tidak mau untuk tidak jujur juga di luar keluarga saya ini. Saya hanya ingin sedikit merasakan sebuah kelegaan jikalau saya tahu masih banyak teman-teman yang setia mensupport dan memotivasi saya dikeadaan seperti ini. Mengenai pekerjaan, saya sudah sangat terkenal dibidang saya dan berkali-kali saya didapuk menjadi seseorang yang menurut masyarakat sangat berpengaruh didunia musik pada sebuah event penting untuk musik Indonesia. Studio saya juga tidak pernah sepi akan kerjaan dan saya selalu bersyukur bahwa di keadaan rumah tangga saya yang seperti ini, Tuhan masih memberikan sedikit pemanis pada pekerjaan saya yang semakin sukses. Anak saya pun sudah tumbuh besar dan menjadi sosok yang sangat berprestasi disekolahnya. Semakin dewasanya anak saya, saya semakin melihat kebijaksanaan dari dalam diri anak saya, dan suatu hari suatu kalimat yang sangat menyentak hati saya keluar dari mulut anak saya,
“ Ayah, jika memang Ayah dan Ibu tidak bersama lagi, aku akan membuat jadwal untuk setiap harinya, kapan aku bersama Ayah dan kapan aku harus bersama Ibu “ katanya sambil bermain game di laptopnya.
Bolehkah saya mengatakan untuk ukuran anak yang masih berumur 8 tahun, itu adalah kata-kata yang paling membuat saya terharu. Saat anak saya berkata demikian, saya langsung masuk ke kamar saya dan saya menangis. Saya menangis bukan karena saya sedih, namun saya menangis karena merasa suatu kelegaan dimana ternyata anak saya sudah lebih mengerti akan keadaan rumah tangga ini ketimbang dugaan saya terhadapnya. Dahulu saya hanya menganggapnya sebagai anak kecil yang harus saya beri tahu suatu hari nanti tentang keadaan sebenarnya dan berpikir mungkin dia akan menangis hebat atau mogok bicara pada saya atau mogok belajar seperti kebanyakan anak kecil pada umumnya. Namun semua prasangka saya hilang sudah tentangnya setelah mendengar ucapannya. Dia adalah anak yang sangat hebat dan saya tahu serta bangga mengetahui dia anak saya.
Hari – hari kami lalui tanpa sesuatu yang istimewa. Sekarang Mirna mempunyai sebuah kegiatan baru yaitu hanya membuat aneka kue untuk event besar atau sekedar untuk hari raya. Bisnis catering sudah Mirna hentikan, saya tidak tahu alasannya karena kami memang sudah jarang untuk berbicara. Kami mulai merasa bahwa kami tidak saling membutuhkan satu dengan yang lainnya lagi. Saya menempati kamar kami dahulu dan Mirna memilih untuk tidur dikamar tamu kami dan menjadikan kamar tersebut menjadi kamar milikknya. Mirna sudah jarang untuk berkata kasar pada saya, hanya sesekali mengumpat, namun kelakuannya tidak berakhir karena ternyata dia berhasil menemukan media baru untuk mencurahkan segala kekesalannya yaitu media sosial yang dinamakan twitter. Entah sudah berapa banyak curhatannya yang sudah tertuang di twitter tersebut. Saya pernah iseng untuk coba melihat isi dari twitternya dan banyak sekali umpatan serta curahan hatinya mengenai sesuatu hal yang kadang saya berpikir sangat tidak baik untuk banyak orang tahu, yang paling saya sangat sesali bahwa beberapa keadaan kadang terlalu didramatisir saat dia menuliskannya di media yang disebut twitter itu. Saya tahu walaupun tidak menuliskan nama saya di curhatan twitternya, namun saya tahu bahwa itu adalah keadaan dimana saya yang menjadi pemeran utama.
Berbicara tentang keluarga, keluarga kami dari pihak saya maupun pihaknya sudah sangat mengetahui permasalahan kami. Banyak yang sangat menyarankan untuk akhirnya kami harus berpisah, ada juga yang mengatakan bahwa kami harus bertahan dan berjuang demi keluarga, atau sekedar mengucapkan kata-kata tanda simpati kepada saya. Namun kembali lagi, semua tergantung saya dan Mirna untuk memutuskan sampai kapan dan harus bagaimana hubungan kami ini berlanjut. Hubungan Mirna dengan keluarga saya masih bisa dibilang cukup baik, tidak jarang Mirna kerumah orangtua saya hanya untuk sekedar makan siang saja, keluarga saya keluarga yang cukup open minded, mereka tidak mencampurkan masalah kami pada hubungan kekeluargaan, sehingga mereka masih sangat terbuka menerima Mirna dirumahnya. Hubungan saya dengan keluarga Mirna pun masih baik, saya juga masih cukup sering kerumah orangtua Mirna walaupun hanya sekedar menjemput Yuna yang bermain dirumah mertua saya. Setiap harinya menjadi sebuah rutinitas dan saya merasa akhirnya terbiasa akan keadaan yang dialami.
***
Suatu hari saya berkenalan dengan seorang wanita ditengah prahara rumah tangga yang saya alami, dia adalah klien saya, penyanyi yang sangat hebat dan berpotensi, tidak jarang saya bekerjasama dengan dirinya. Nama wanita itu Valetta. Valetta adalah wanita yang sangat menarik, ramah, tutur kata yang sopan, dari keluarga terpandang, berpengetahuan luas, dan mudah untuk beradaptasi dimanapun dia berada dalam lingkungan baru. Yang paling saya kagumi dari Valetta yaitu dia juga adalah lulusan Psikologi dari Seoul National University, salah satu universitas terbaik di Korea Selatan. Umur Valetta terpaut sangat jauh lebih muda dari saya, namun pemikirannya sangatlah dewasa. Saat saya berbincang dengannya, saya tidak merasa sedang berbincang dengan seseorang yang jauh lebih muda dari saya, namun saya sangat nyaman bahkan tak jarang saya juga selalu mendengarkan saran-saran dari dirinya. Saya tipe orang yang sangat tidak mudah membuka diri dengan orang lain apalagi tentang kehidupan pribadi, namun dengan Valetta saya berhasil membuka diri sejujur-jujurnya akan kehidupan saya dan permasalahan yang ada. Saya tidak tahu apakah karena kharismanya yang membuat saya terbawa dan mau membuka diri, yang saya tahu saya hanya merasa selalu lega dan nyaman setelah berbincang dengannya walaupun kadang pembicaraan kami hanya seputar musik ataupun pembicaraan basa basi lainnya. Tidak jarang Valetta saya undang untuk menghadiri acara berkelas di permusikkan, dan saya selalu dengan bangga memperkenalkan Valetta pada teman-teman saya tentang potensi yang dia miliki. Mungkin sampai sini kalian akan berpikir saya akan tertarik bahkan akhirnya selingkuh dengannya. Hmmm … saya bukan orang yang seperti itu. Saya tahu Valetta orang yang menarik, baik, dan ramah serta saya merasa bahwa Valetta pun mempunyai perhatian lebih terhadap saya, namun tidak lantas menjadikan kami pasangan terlarang dimuka bumi ini. Kami mengatas namakan hubungan kami pertemanan yang dekat, bahkan Valetta selalu mengingatkan saya untuk segera menyelesaikan masalah rumah tangga saya agar tidak ada yang lebih tersakiti. Hubungan komunikasi kami memang pernah sedikit intens untuk ukuran teman, namun lagi-lagi saya tidak melangkah gegabah, saya melihat Valetta sangatlah mempunyai masa depan yang cerah dan umurnya masih sangatlah muda dan sangat mungkin untuk mendapatkan yang lebih dari saya. Pemikiran inilah yang membawa saya kepada keputusan untuk tidak mengistimewakan Valetta dipikiran dan hati saya.
Berselang beberapa tahun persahabatan kami, Valetta pun memutuskan untuk mengambil Masternya dibidang Psikologi dengan kembali ke Korea Selatan dan menetap disana, kami masih sering berkomunikasi lewat email, kabar terakhir yang saya dengar bahwa Valetta kini mempunyai hubungan asmara dengan pewaris tunggal dari seorang pengusaha department store tersukses di Korea Selatan. Saya bangga dan ikut senang akan kabarnya yang menurut saya memang Valetta layak mendapatkan hal seperti itu. Setelah kabar tersebut, saya tidak mendapat kabarnya lagi.
***
“ prang!!!! “ bunyi dari piring kaca yang sengaja dilempar oleh Mirna dan jatuh tepat di depan saya.
“ Jadi kamu yang selingkuh selama ini, pantas saja saya dan anakmu dengan mudahnya kamu tinggalkan! Alasannya sih kerja, tapi memangnya saya tidak tahu apa yang kamu lakukan diluar !! “ , dengan mata berapi-api Mirna mengungkapkan kekesalannya dan berkali-kali mengambil barang-barang yang bisa dia pecahkan, sementara saya hanya bisa terpaku melihat keliarannya.
“ Maksudmu apa Mirna ?! tidak ada satupun terlintas untuk dapat berpaling dari yang lain walau saya tahu bahwa saya tidak bahagia saat ini “, saya menanggapi tuduhannya.
“ Ahhhh … !! sudahlah .. saya sudah tahu dari teman-teman saya mengenai kamu ! “ , katanya sambil masih memecahkan barang-barang didekatnya
Saya terdiam.
Pikiran dan hati saya sudah semakin tidak menentu melihatnya, perasaan saya semakin berkecamuk didalam hati saya, mata saya semakin rabun karena menahan air mata supaya tidak jatuh. Saya tidak mengetahui apapun yang Mirna bicarakan terhadap saya saat itu, dalam pikiran ini hanya timbul apakah memang saya benar-benar suami yang tidak memperdulikan keluarga saya atau suami yang kurang ajar seperti yang sering lihat di televisi atau Mirna hanya mencari-cari alasan untuk bisa berpisah dengan saya, darimana bisa ungkapan perselingkuhan itu bisa terlontar dari mulutnya yang jelas- jelas saya masih menjaga kesucian pernikahan ini walaupun saya merasa sudah tidak dapat dipertahankan lagi, namun saya masih lelaki dewasa yang bertanggung jawab akan keluarga saya. Dada saya sangat sesak untuk menahan semua kekhawatiran saya, kepedihan saya, dan tuduhan tersebut. Mengapa dia lebih percaya pada pengakuan orang lain ketimbang dengan saya sebagai suaminya. Saya benar-benar terpukul.
Saya merasa sangat lega mengetahui Yuna tidak sedang dirumah saat ini karena sedang menginap di rumah orang tua saya. Saat itu saya hanya bisa membayangkan jika Yuna sedang ada dirumah ini dan melihat peristiwa mengerikan ini terjadi, dia akan menjadi anak yang mempunyai trauma besar dihidupnya dan saya tidak mau itu terjadi. Saya hanya diam sampai Mirna puas melakukan apapun saat itu, saya tahu Mirna seperti apa, sehingga lebih baik saya diam pada saat itu.
Hari itu adalah menjadi hari terburuk dari hari-hari biasanya yang saya lewati dengan Mirna, ini menjadi peristiwa yang benar-benar menyadarkan saya bahwa rumah tangga ini tidak dapat dipertahankan, mau kecewa? Saya sudah bingung akan kecewa pada siapa, apalagi untuk marah, apakah pantas saya marah dan menyesali semua hal yang dulunya saya terima tanpa perlawanan dari diri saya. Banyak pertanyaan didalam pikiran saya dan saya tidak tahu harus mengadu kepada siapa selain Tuhan.
***
Mirna memutuskan untuk pindah kerumah orangtuanya beberapa hari setelah peristiwa mengerikan itu terjadi. Yuna akhirnya menjalankan rencananya untuk membagi jadwal kapan harus bersama saya ataupun bersama Ibunya. Sampai sekarang masih banyak yang mengatakan saya adalah orang terlemah dan tidak tegas dalam memimpin keluarga, ahh .. sudahlah .. saya pun tidak menyalahkan pendapat mereka mengenai saya, saya rasa memang kadang ada benarnya, saat Mirna marah besar saja saya hanya bisa terpaku, saat pekerjaan datang pun saya tidak dapat memilah waktu agar saya bisa bersama keluarga, namun saya tekankan bahwa semua ini bukan benar-benar kesalahan penuh saya, karena Mirna pun tidak dapat membuat keadaan rumah tangga kami menjadi nyaman buat saya, yang bisa dia lakukan hanyalah menyalahi pekerjaan-pekerjaan saya. Kalau boleh saya mengulang waktu, saya akan lebih tegas dalam mengungkapkan keinginan saya untuk hidup saya sendiri, saya akan lebih jujur pada diri sendiri dan orang lain atas diri saya dan tidak membiarkan orang lain untuk mengatur hidup saya walaupun itu orangtua saya sendiri. Tidak ada yang perlu saya sesali walaupun rumah tangga saya berakhir seperti ini. Saya dan Mirna memutuskan untuk membuat hubungan kami statusnya menjadi status dimana kami boleh untuk dekat dengan siapapun selagi kami menunggu hari dimana kami benar-benar berpisah.
Hari – hari saya lalui sendiri sekarang, sesekali berkomunikasi dengan Mirna hanya untuk urusan Yuna, Mirna pun akhirnya menjadi semakin baik terhadap saya setelah kami tidak satu atap, kami pun memutuskan untuk melupakan yang lalu dan membuka lembaran baru kehidupan kami masing-masing walaupun sudah dipastikan kami tidak akan pernah menyatu kembali.
***
Pesan saya pada siapapun yang membaca kisah saya, saya hanya ingin menjadikan ini sebuah refleksi kalian untuk lebih mengerti diri kalian sendiri sebelum mau mengerti orang lain, puaskanlah dalam mengejar mimpi kalian saat kalian muda, hingga saat usia mapan kalian dapat membahagiakan orang disekitarmu dan jujurlah selalu pada diri sendiri, jangan takut untuk membuat suatu perlawanan kecil jika hal sesuatu sudah berlawanan dengan hatimu, selama itu positif pasti tidak akan ada yang dirugikan. Yang pasti sebelum mau membahagiakan orang lain, pastikan terlebih dahulu kalau kita sudah bahagia dengan diri kita.
Mengenai Elegi, saya membuat judul kisah saya ini demikian karena ini adalah sebuah jeritan kesedihan saya dan syair kepedihan dihati saya yang akan saya ingat sampai kapanpun dihidup saya untuk menjadikan hari depan lebih baik lagi. Saya akan mengingat hari ini, hari dimana saya menceritakannya pada anda.
Terimakasih.