“Pinggir” Light Dinner
After a good dinner one can forgive anybody, even one’s own relations.
Orang bilang makan malam selalu punya sisi terseksi dan romantis. Mungkin dengan alasan itu makanya banyak yang selalu menyempatkan waktu untuk sekedar makan malam bersama. Sambil berceloteh, meluapkan sisi emosi di hari itu. Nadia salah satu penggemar acara makan malam, terkesan menye – menye sih tapi masa bodo nadia memang suka makan malam apa lagi di temani Alex.
Jarak kurang dari satu meter nadia sudah bisa mencium aroma parfume Alex, cukup menusuk hidung namun menimbulkan gelenyar seksi bagi wanita yang didekat laki – laki itu.
“Dari tadi ?” Tanya alex lembut sambil memposisikan duduk di samping nadia.
Nadia sempat hilang konsentrasi ketika aroma parfume semakin menyengat. Sepersekian detik nadia terhipnotis dan terdiam.
“Nad..”
“Hei, ga kok baru banget”
“Udah pesen ?”
Gule tikungan atau sering disebut Gultik di kawasan blok m selalu menjadi tempat menarik untuk nadia dan Alex melepas penat. Sengaja mereka malam itu bertemu, atau lebih tepatnya memang sering bertemu untuk sekedar makan malam sebelum pulang kerumah masing – masing.
“Gimana hari ini ?” Tanya nadia lembut sambil memperhatikan mimic muka Alex yang sedang mengunyah.
“Ya begitu, mau resign sih kayaknya” Jawab Alex datar.
Nadia hanya meninggikan alis coklatnya yang memang sudah tergores cantik di wajahnya. Pasalnya Alex itu jenis orang yang cuek, dalam hal pekerjaan sekalipun Nadia fikir Alex asik – asik aja walaupun ada masalah.
Nadia menyeruput es the manisnya untuk meredakan rasa pedas di mulutnya.
“I am finish”
Kali ini gantian Alex yang melirik wanita tinggi, langsing dengan warna kulit coklat manis disampingnya itu. Are you sure? Alex sangat mengenal Nadia, dia bukan jenis wanita yang memusingkan berat badan, atau ga ada uang untuk makan lebih banyak lagi. Dia dan Nadia memiliki hoby makan yang luar biasa. Nadia hanya akan berhenti makan kalau moodnya mendadak jelek, atau dengan sengaja Alex merusak acara makan malam dengan kelakuan – kelakuan yang membuat nadia naik darah.
“Yep, I am sure” respon nadia seakan faham apa yang ada difikiran Alex.
“Aku kan udah sering bilang, ayo belajar lagi. Penampilan itu perlu, tapi performa kerja juga harus bisa imbangin dong”
Nadia, wanita dengan usia 24 tahun yang kalau diperhatikan memang cukup perfeksionis dalam hal pekerjaan. Penampilan nomor 2 setelah performa, menurut nadia smart itu wajib, cantik itu bisa di poles. Wanita berdarah jawa tulen ini memang cukup keras, raut mukanya memiliki karakter yang sangat kuat. Siapapun yang melihat nadia akan dengan sangat hati – hati menjaga ucapan dan perilakunya. Pekerjaanya sebagai seorang pimpinan di sebuah sekolah ternama sebagai seorang guru dan pengelola membuat nadia harus bisa pintar membentuk mimic muka menyenangkan namun tetap tegas. Bukan hal mudah sebenarnya, karena pada dasarnya nadia adalah wanita yang amat sangat kekanak – kanakan dan manja.
“Bang, saya mau minumnya lagi dong” ucap nadia pada laki – laki berkaos warna lusuh di depannya. Namun, si laki – laki itu tidak merespon. Alex menyenggol lengan nadia.
“Nad…”
Nadia ga terlalu nangkep apa maksud senggolan Alex itu.
Dia beranjak untuk berdiri mencoba memberi tepukan pada si abang untuk menambah minumnya.
“Bang, saya mau minum lagi es the ya…” Pintanya dengan nada tegas.
“Bukan saya mba yang jualan…..” jawab si abang dengan muka polos sedikit nyolot yang ternyata juga pembeli.
Nadia langsung menutup matanya dan membalikkan badannya. Berkali – kali dia menepuk jidatnya mengeluhkan kekonyolan tingkahnya. Aturan dalam perjalanan Alex dan nadia adalah akan selalu ada tingkah aneh nadia yang harus bisa di terima Alex dengan penuh kesabaran.
“Lex, knapa g bilang sih…”
“Hahaha, lagian sotoy sih. Tadi kan aku udah nyenggol maksudnya bukan itu nad abangnya”
“Malu kan aku jadinya, ..”
“Ah udah biasa hahaha”
Alex laki – laki yang seumuran dengan nadia bekerja di sebuah bank ternama membuat dia harus benar – benar pandai menjaga penampilan. Hal tadi sudah biasa terjadi, dan Alex makin memaklumi atau lebih tepatnya menerima setiap perilaku ajaib Nadia. Dimata Alex, sosok wanita seperti nadia memang cukup mandiri, cerdas, cekatan, namun jika dibandingkan dengan teman – teman kantornya dengan dandanan super, rok mini, kulit putih berkilau, Nadia memang bukan sosok wanita ideal. Hubungan mereka belum bisa disebut sebagai Relationship karena keduanya masih sama – sama kesulitan untuk menyebut jenis hubungan mereka. Komunikasi intens, makan malam bersama, salaing support, dan rasa nyaman menjalani hubungan itu membuat mereka tidak terlalu memusingkan tentang status. Nadia berfikiran bahwa status bisa menghancurkan segalanya, kesetiaan akan lebih diuji ketika tidak ada status. Alex memiliki pemikiran yang berbeda, dia tidak pernah faham mengenai hubungannya dengan Nadia, dia hanya ingin menjalaninya, karena dia merasa ada dititik nyaman.
Keduanya sangat berbeda, memiliki pola fikir berbeda, gaya hidup berbeda, yang mereka tahu saat ini adalah satu. Menjalani yang sedang mereka jalani.
“Anyway udah yakin mau resign Lex?”
“Kayaknya sih gitu…”
“Pastiin dulu kalau mau resign udah ada kerjaan penggantinya”
“Hmm….”
Respon alex yang suka ham hem ham hem itu sering bikin nadia amat sangat bête. Tapi sudah satu tahun menjalani hubungan yang tidak jelas ini nadia semakin memahami Alex. Mungkin memang jenis laki – laki yang seperti itu.
Kalimat itu yang biasanya sangat menenangkan nadia. Sebisa mungkin nadia selalu mencoba menerima Alex dengan karakternya yang amat sangat berbeda dari laki – laki yang dia kenal.
“Hari ini ada beberapa anak yang lucu deh lex..”
“Lucu dimananya?”
Siang itu jam menunjukkan angka 12.00 semua murid berhamburan keluar kelas. Nadia yang merupakan pengelola sesekali berkeliling untuk memastikan semuanya berjalan sesuai dengan procedure. Lorong – lorong sekolah mulai ramai, hingga Nadia merasa tertarik untuk menguping sebentar obrolan 3 malaikat kecil yang bergerumun kurang dari 100 m dari tempatnya berdiri.
“Edo, kamu hari ini bawa bekel makan siang apa ?
“Aku dibawain mama udang goring dan brokoli hiaks….” Ucap Edo sambil menunjukkan kotak makan siangnya pada Calista.
Calista sedikit mendongak melihat isi kotak makan Edo. Igo yang sedari tadi diam ikut melirik kotak makan Edo dengan ekspresi cukup lapar sepertinya.
“Calis, kamu bawa apa ? Aku makan bekel kamu aja yaa”
“Kita kan punya bekal masing – masing do …”
“Edo kalau kamu g mau makan sini aku yang makan bekel kamu trus kamu makan punya aku “Celetuk Igo
“Aku maunya makan punya Calis…”
Nadia sedikit menundukkan badannya untuk melihat ekspresi masing – masing anak. Sedikitpun Nadia tidak berfikir masuk kedalam lingkaran untuk melerai mereka , dia tetap menunggu adegan selanjutnya dari 3 malaikat kecil itu.
Calista nampaknya mulai berkaca – kaca merasa takut bekal makannya akan di ambil.
“Edo, kata mama aku laki –laki ga boleh bikin perempuan nangis. Udah sini kamu tukeran makanan sama aku aja, aku makan brokoli kamu sebagai gantinya kamu boleh makan sosis aku” Ucap igo memberi solusi yang cukup pintar untuk anak seusianya.
Nadia kembali tersenyum, Hebat banget anak seumur itu udah ngerti ga boleh nangisin perempuan. Batin Nadia cukup tergelitik mendengar Igo dengan gentlenya menyeselaikan masalah bekal makan siang itu. Hahahaa.
“Lucu kan Lex hhihiihih”
“Biasa aja ah.” Respon alex dengan datar.
Nyebelin batin nadia sambil membalikkan badannya membelakangi alex yang sedikit tersenyum melihat ekspresi wanita berkulit coklat manis disampingnya. Alex bukan jenis laki – laki yang ekspresif, muka datarnya, sifat dinginnya benar – benar membuat nadia harus ekstra sabar menghadapi alex.
Sampai saat ini aku ga pernah tahu apa yang membuat aku bertahan padahal kamu itu nyebelin banget lex.
Nadia bergumam dalam batinnya sambil membelakangi alex, beberapa kali diseruputnya es the manis yang kedua setelah sempat salah meminta pesanan.
Nad, kamu lucu kalau lagi begini. Semua tingkah ajaib kamu, ke anehan kamu, manjanya kamu semuanya bikin aku harus siap tahan malu kalau kita lagi jalan, tapi aku g pernah tau apa yang membuat aku bertahan dan mau nerima semuanya.
Alex berkomentar dalam hati sambil tersenyum dibelakang punggung nadia yang nampaknya sangat bête karena respon laki – laki itu menyebalkan. Keduanya terdiam sibuk dalam batinnya sendiri. Nadia dan Alex tidak pernah menyatakan perasaan satu sama lain, tidak ada status yang membuat mereka terikat. Keduanya bebas, tidak berkomitmen, namun ada hal yang membuat mereka tetap bertahan menjalani semuanya. Makan malam, komunikasi intens, pertemuan diakhir minggu, perbincangan pekerjaan satu sama lain yang jelas – jelas sangat bertolak belakang.
“Nad…”
“ Apaan” jawab nadia tetap membelakangi alex.
Alex tersenyum menyebalkan.
“Udah belum makannya, ayo pulang udah malem”
Lanjut Alex mengalihkan ngambeknya wanita jawa tulen disampingnya.
“Hmm”
Respon nadia balas dendam pada alex, laki – laki berkulit putih bersih berdarah sunda.
“Mau aku anter pulang ?” Tanya Alex kembali mengalihkan pembicaraan.
Masih nanya lagi, ih alex kalau niat harusnya lo bilang “Nad, aku anter pulang ya”
Nadia makin bête, namanya juga Alex. Entah terlalu sopan atau kurang inisiatif sampai bertanya seperti itu.
“Ga usah pulang sendiri aja”
“Ngambek ?”
“Engga lexx, nyebelin banget”
“Ya udah, jadi g mau dianter pulang nih ?”
Nadia menatap sekeliling jalanan sekitar tempatnya duduk yang mulai lenggang. Beberapa metro mini memang masih melintas didepannya, namun kondisinya masih penuh sesak. Nadia menatap kearah tas tentengannya yang lumayan banyak.
“Lex, anter pulang aja deh…”
Sekali lagi alex Cuma tersenyum, dia sangat mengenal nadia. Gadis mandiri ini memang punya level gengsi yang lumayan bikin cowo harus tahan banting untuk disampingnya. Beberapa teman laki – laki sering menawarkan untuk mengantar nadia pulang, namun gadis ini tidak mudah mengizinkan laki – laki masuk ke dunianya. Banyak hal yang nadia tutupi di balik semua kemandirian yang dia lalui.
Alex dan Nadia berjalan menuju motor matic yang sudah hampir 2 tahun ini menemani alex setelah hilangnya motor gede kesayangannya. Malam itu cukup mendung, nampaknya hujan siap turun. Alex menengadahkan tangannya. Sudah mulai gerimis.
“Nad, pakai jaket aku nih”
“Kamu make apan ?”
“Aku pake jas hujan aja, jaketnya tebel kok”
Tumben banget perhatian begini, tapi seneng sih jadinya.
Batin nadia sambil sedikit tersipu mengenakan jaket Alex.
“Ga usah senyum – senyum”
Ucap alex yang mendapati nadia tersenyum, sepertinya alex tahu apa yang membuat nadia tersipu.
Baru dipuji, udah nyebelin lagi.
Nadia mengerucutkan bibirnya, merasa laki – laki didepannya itu memiliki indra keenam yang mempu membaca isi pikernya. Sepanjang perjalanan di roda dua, nadia dan alex memang terbiasa tidak banyak bicara. Nadia juga tidak mencoba untuk melingkarkan lengannya ke pinggang alex, keduanya canggung, bingung dan tidak mengerti harus melakukan selayaknya orang pacaran atau sekedar teman biasa.
“Nad, besok mau kemana ?”
“Kenapa?”
“Nggak sopan kalo ditanya malah nanya balik”
“Hmm…. Besok kayaknya ada kunjungan kesekolah lex, ada yang mau ngajak kerja sama untuk event kartinian nanti”
“Hmm…..”
Obrolan yang datar dan tidak berarah, tapi ya begitulah alex. Nadia sudah sangat terbiasa dengan kalimat datar, pertanyaan tak berarah dan segala hal dingin yang alex lakukan padanya. Keduanya kemudian terdiam, menikmati jalanan ibu kota yang cukup lenggang. Semilir angina dingin mengenai kulit mereka. Nadia terjaga hangat didalam jaket alex, alex terdiam menikmati lampu jalanan yang dilewatinya. Hingga akhirnya mereka berhenti di pelataran rumah nadia.
“Jauh ya Lex ?”
“Iya, punya rumah jauh banget “
“Berisik dehh…makasih ya”
“Hmmm”
“Ham hem ham hem”
“Hmmm”
Jawab alex singkat sambil memasukan jaket yang dipakai nadia kedalam jok motornya. Selanjutnya mereka saling bertatap sebentar, seperti mengerti maksud alex nadia Cuma mengangguk dan tersenyum.
“Hati – hati dijalan ya”
“Iya”
Nadia benar – benar sudah kebal dengan semua hal datar yang alex berikan untuknya. Malam ini sama seperti malam biasa yang mereka jalani. Nadia dan Alex sama – sama merasa hal ini hal biasa. Tidak rumit dan cukup sederhana, membiarkan semuanya mengalir apa adanya.
***
Weekend
The weekend is upon us, and I think we should all take time to do the things we love and be around our most cherished family and friends ! Happy Friday !
Selamat menikmati akhir minggu. Biasanya orang – orang akan bersorak gembira di akhir minggu. Banyak hal yang bisa mereka lakukan untuk melepas penat setelah 5 hari disibukkan dengan urusan pekerjaan. Tapi, hal ini ga berlaku untuk nadia. Wonder women ini masih harus disibukkan dengan pekerjaan bertemu klient, berjibaku untuk negosiasi, deal or not deal dan masih disibukkan untuk berfikir mengenai benefit event yang akan didapatkan sekolahnya. Beberapa vendor dari penerbit buku ternama ikut bergabung, pasalnya sekolah nadia memang terbilang cukup ternama wajar jika banyak vendor yang berupaya untuk bekerja sama dengan sekolah elit ini.
“Mba Nad, mungkin kami bisa menyediakan banyak buku bacaan untuk sosialisasi program gemar membaca. Selain itu bulan ini kami sedang ada event untuk lomba menulis dari berbagai katagori usia ………….”
Nadia terdiam berusaha mencerna apa yang dibicarakan mas – mas berkaca mata didepannya. Event kartinian kali ini ingin dibuat semenarik mungkin, Nadia mau ada sesuatu yang berbeda, disekolah lain kartinian biasanya diisi dengan lomba busana adat, It’s boring fikir nadia.
“Saya sih suka mas dengan konsepnya, tapi tolong pastikan buku yang ingin di display itu benar – benar udah tersortir dari cerita abg yang ala ala kurang mendidik gitu ya. Saya mau bahan bacaan anak – anak saya yang mendidik dan membuat karakter anak – anak semakin berkembang, kalau bisa sih diisi workshop menulis juga dan hubungkan dengan Ibu Kartini yang senang menulis surat. Oia kalau di Penerbit Tulisen sendiri ada komunitasnya ga ? “
“Iya mba, sudah pasti nanti bukunya akan kami sortir yang sesuai dengan anak – anak. Kami ada komunitasnya mba, kenapa ya ?”
“Hmm….saya punya ide, sekarang ini kan tekhnologi berkembang pesat banget ya jadi yang namanya surat menyurat itu udah jaraaang banget. Padahal dulu waktu kecil saya suka banget kirim surat ke sahabat pena saya. Bisa ga kalian mewadahi anak – anak untuk dapat sahabat pena ? Kalau bisa nantinya akan saya jadikan program jangka panjang ?”
Lanjut nadia dengan sedikit membenarkan letak kaca matanya. Gadis ini memang terbilang cerdas, selalu saja ada ide brilliant di detik – detik terakhir.
“Wah, boleh juga mba. Tapi medianya apa ? Surat ? “
“Media bisa apa aja sih, email ataupun surat juga ga masalah. Tapi sasaran saya adalah anak – anak bercerita dan mendapat cerita. Tentunya sahabat pena kalau bisa di luar kota ya mas. Supaya mereka bisa lebih banyak berbagi cerita tentang kebiasaan di daerah atau apapun yang penting saya mau anak – anak terbiasa untuk menulis dan bercerita”
Diakhir kalimat tersebut nadia tersenyum manis, si mas – mas didepannya mengangguk – angguk. Meeting pagi itu pun selesai. Nadia cukup mantap dengan konsep acaranya yang akan berjalan 3 minggu lagi.
Ping !
Ponsel di tangan nadia bergetar, sebuah pesan singkat masuk ke dalam BBM nya.
Alex : Nad, udah luang ?
Nadia is typing……..
Nadia : Lumayan lex, kenapa ?
Alex is typing……
Alex : Ga papa sih, mau keluar ga ?
Nadia : Tika sama Tata sih ngajak jalan lex, mereka belum hubungin kamu ?
Alex : Udah sih….
Nadia :Its ok, ketemu di Plaza Semanggi aja ya. Kamu dimana emang ?
Alex :Dirumah
Nadia : Zzzzzz, ya udah ketemu disana aja gpp lex
Alex : Hmm
Anyway diantara Alex dan Nadia ada 2 orang lagi yang merupakan bagian dari cerita ini, Tata dan Tika. Singkat cerita sebenarnya Tata, Tika, Alex dan Nadia adalah sahabat semasa SMA setelah semua sahabat laki – laki berubah status menjadi mantan Nadia, kini tinggal Alex yang tersisa. Dulunya Gilang dan Beni merupakan bagian dari mereka, namun setelah jadian dan putus dengan Nadia entah karena alasan apa mereka memilih untuk mengasingkan diri.
*Plaza Semanggi 16.00 WIB
“Halo, kalian dimana ….emm, oke deh gue kesana ya”
Nadia tetap menggenggam smartphonenya, berjalan menyusuri lorong ruko yang berderet memajang dagangan dari pakaian hingga aksesoris. Sore ini Pelangi atau nama lain dari Plaza Semanggi ga terlalu padat, masih terhitung keramaian normal sebuah mall. Nadia melirik kekanan dan kekiri barang kali ada sesuatu yang menarik untuk dibeli. Sampai ada panggilan masuk ke handphonenya.
081213338723
Hanya muncul nomornya, tidak tersimpan dengan nama. Nadia tahu betul siapa pemilik nomor itu, Alex.
“Iya lex, aku masih di lantai 1 …hmm ya udah aku tunggu ya kita keatas bareng”
Sejak putus dengan Gilang banyak hal yang berubah dari Nadia, hubungan yang berjalan 1,5 tahun itu berakhir dengan alasan yang sangat sepele.
“Aku Mau Fokus Kuliah”
Itu yang diucapkan gilang saat usia mereka 20 Tahun. Nadia dan Gilang, siapa yang tidak tahu mengenai pasangan ini. Keduanya memiliki kepribadian yang sama yaitu sangat ekspresif. Pasangan ini menjadi pasangan favorite kala itu, dan harus berakhir di pertengahan tahun kedua hanya karena alasan sepele yang menurut nadia itu ga masuk akal. Banyak hal yang sudah di lalui Nadia, semenjak saat itu dia lebih berhati – hati melabuhkan hatinya. Mudah mendekat tapi tidak mudah berlabuh, mungkin kalimat itu tepat untuk Nadia. Salah satu hal yang mencerminkannya adalah semakin banyak pemeran baru yang mendekat, namun Nadia tidak mudah menyimpan sekedar nomor telfon kalau menurutnya dia tidak akan berhubungan intens. Nadia berusaha mengenali seseorang yang menghubunginya hanya dari 3 digit terakhir nomor mereka. That’s mean nadia memang cukup cerdas, dari sekian banyak nomor dia bisa mengenalinya satu persatu.
“Hai..” Sapa Alex yang tiba – tiba muncul disamping Nadia.
Nadia menoleh kearah si empunya suara sambil tersenyum. Mereka berjalan beriringan tanpa sepatah katapun. Dingin, canggung, kikuk semuanya bercampur. Kaki mereka melangkah memasuki Lift menuju food court Pelangi yang berada di lantai 3A. Nadia mendekatkan tubuhnya ke punggung Alex, tepat dibelakangnya. Parfum Alex tercium jelas, nadia terdiam tangganya menggenggam kemeja alex bagian belakang.
Lex, aku takut ngelakuin hal konyol lagi. Aku pegangan sebentar ya.
Batin nadia mencoba untuk menutupi geroginya yang bisa jadi membuat nadia bertingkah konyol seperti biasanya.
Lift berhenti di lantai 2, satu persatu orang keluar kini yang tersisa hanya Alex dan Nadia. Berdua saja, membuat suasana dingin karena AC menjadi semakin dingin. Sepatah kata pun tidak mereka keluarkan. Keduanya sibuk dalam batin mereka.
Come on, kamu selalu sukses bikin aku canggung, cara kamu pegangan pake jari bikin aku gemes pengen gandeng tangan kamu. Tapi aku ga bisa, maaf Nad…….
Ting.
Pintu lift terbuka, spontan nadia melepaskan pegangannya. Keduanya kini berjalan bersebelahan. Masih terdiam tanpa sepatah katapun. Sampai merekka berhenti disebuah meja.
“Lama banget deh kalian…” Ungkap Tika sambil memainkan Iphone barunya
“Kok bisa barengan ?” lanjut Tata merasa curiga.
Nadia dan Alex sama – sama terdiam, sambil duduk keduanya memposisikan untuk tidak berdekatan. Entah apa yang membuat keduanya begitu kikuk, terutama saat dihadapan tata dan tika.
“Cie handphone baru..” ledek Nadia sambil menggoda Tika.
Tika acuh membelakangi Nadia. Dengan gemasnya Nadia malah memeluk Tika, mencubiti badannya yang gembul sambil tersenyum senyum.
“ Nad jangan rese” sentak Tika dengan nada galak.
Sentakan itu tidak membuat nadia berhenti dia tetap bergelayut dibadan Tika, memeluk gerombolan lemak di punggung Tika yang makin risih.
Diseberang meja Tata dan Alex sibuk membolak – balik buku menu, mereka sedang memilih – milih makanan yang menjadi favorite di tempat itu.
“Ta yang ini kayaknya enak ya…?”
“Sushi ya, ga suka ah”
“Gue mesen ini aja ah”
“Gue ini aja” lanjut tata sambil menunjuk sebuah gambar.
“Kalian mau yang mana” Tanya Alex pada Nadia dan Tika yang masih sibuk saling tolak menolak dipeluk. Tika memilih terlebih dahulu, selanjutnya Nadia, tidak banyak bicara entah pantas disebut apa Nadia dan Alex terbiasa sekedar saling melirik, bicara dalam hati dan keduanya saling memahami apa yang diinginkan satu sama lain. Alex selalu tahu nadia pasti akan memesan air mineral, alasan nadia adalah lebih sehat, selanjutnya urusan makanan alex tahu nadia sangat suka sushi dan baby octopus. Nadia kurang suka dengan Tuna, pilihannya selalu pada Salmon, dan satu lagi nadia suka sekali makan jahe merah yang rasanya manis pedas.
Alex sangat faham itu semua, satu tahun bukan waktu sebentar untuk mereka semakin mengenal lebih dalam satu sama lainnya. Sambil menunggu pesanan datang Alex permisi ke Toilet. Dimeja itu tinggal 3 gadis yang sibuk dengan dunianya masing – masing melalui handphone, sampai tiba – tiba tata membuka pembicaraan yang tidak terduga.
“Nad, kok gue nyium gerak gerik aneh ya dari lu sama Alex”
Nadia sedikit terhentak dengan pernyataan Tata. Pasalnya Nadia dan Alex berusaha sebisa mungkin untuk menutupi kedekatan mereka yang belum jelas layak disebut sebagai apa. Tika tidak berekspresi apapun, Tata masih menunggu penjelasan dari Nadia dengan tatapannya.
“Apaa sih Taa, gerak gerik apa, perasaan kamu aja kali” jawaban Nadia cukup umum untuk mengalihkan kecurigaan Tata.
“Hmmm, kalian ga lagi deket kan ?”
Sekali lagi Tata mengeluarkan pertanyaan pada Nadia seperti seorang detektif handal yang tidak akan melepaskan saksi sebelum memberi informasi yang dibutuhkan untuk kasusnya. Nadia mulai kehabisan akal. Dia memilih terdiam dan tetap menggoda Tika agar terkesan tidak gerogi. Diluar dugaan Tika yang sedari tadi mulai pasrah di peluk Nadia ikut berkomentar.
“Awas aja kalo kejadiaanya kaya gilang sama beni”
Nadia tetap berusaha tenang, bersandar dipunggung Tika membuat dia melepaskan setengah beban fikirannya yang sebenarnya mulai takut akan melakukan kesalahan ketiga kalinya. Nadia terdiam, mencoba menetralkan isi fikirnya agar lebih tenang.
“Kalau pun kejadian lagi, gue Cuma mau jalanin kalau menikah, gue g akan pacaran lagi sama sahabat sendiri kecuali menikah”
Jawaban Nadia begitu datar, dingin dan tidak berekspresi sampai pramusaji datang menghantarkan makanan Nadia mulai tersenyum dan kembali ceria memecahkan suasana beku yang baru saja terjadi.
“Widiih baby octopusnya asik bangeet” ungkap nadia mulai mencomot makanannya.
Alex datang disaat suasana kembali seperti semula, malam itu berjalan seperti biasanya. Berkumpul, bercerita, saling menggoda persahabatan yang hangat tanpa ada drama yang pelik didalamnya. Tata dengan kehidupannya yang serba dibatasi, tidak boleh pulang larut, pacar posesif, dua kehidupan dari lingkungan keluarga dan pacar yang saling mendukung untuk memberi alasan setiap 30 menit handphonenya berdering. Hanya ada 2 kemungkinan ibu atau si pacar yang menelfon untuk segera pulang.
“Iya bu, sebentar lagi aku pulang. Masih nemenin nadia lagi nyari kado buat pacarnya”
Kebohongan semacam itu sudah biasa Tata lakukan untuk sekedar mendapat izin pulang sedikit larut tidak lebih dari jam 9 dia harus sudah berada dirumah. Nadia yang merasa namanya di sebut tidak heran dengan perilaku tata, dunia tata dan Nadia sangat berbanding terbalik, Nadia sangat bebas tidak ada larangan dalam hidupnya. Hal ini membuat nadia tidak pandai berbohong sedikitpun, kemanapun dengan siapapun, jam berapapun Nadia tidak pernah di hubungi oleh kedua orangtuanya terlebih diumurnya yang semakin bertambah dewasa. Hal ini yang membuat nadia selalu bertanggung jawab dengan pilihannya, nadia hampir tidak pernah berbohong sedikitpun.
Lain cerita dengan Tika, pekerjaanya sebagai petugas kesehatan dengan jam kerja yang tidak menentu membuat Tika sangat asik dengan dunianya sendiri. Badannya yang cukup berisi membuat Tika menjadi pemalas untuk melakukan aktifitas – aktifitas di luar rumah. Tika tidak bisa pergi tanpa Tata, selain alasan rumah mereka searah Tika selalu meminta untuk di jemput. Alasannya hanya satu yaitu malas. Alex dan nadia selalu berusaha untuk menghindari berurusan dengan keduanya, karena mereka sama – sama memiliki watak dan aturan main keras yang tidak bisa diganggu gugat.
Alex sendiri selaku laki – laki diantara charlie’s angels hidup dilingkungan keluarga yang metropolitan, gaya hidupnya cukup hedon hal ini Nampak dari berbagai barang branded yang dia pakai. Ibu Alex merupakan ibu – ibu sosialita yang sibuk mengikuti gaya hidup kaum hawa di lingkungan kota Jakarta, setiap harinya sang ibu sibuk dengan kegiatan yoga, arisan dan lainnya. Ayah Alex merupakan pilot yang jarang berada dirumah. Alex jarang berada dirumah, dia sering sekali bepergian untuk sekedar jalan – jalan. Hal ini cukup menggambarkan bagaimana kebebasan yang dimiliki alex. Kedekatan Alex dan Nadia merupakan dukungan dari situasi dan kondisi, mereka memiliki dunia bebas, tidak rumit, dan keduanya menikmati semua itu.
Jam menunjukkan pukul 20.00, Tata semakin gelisah, handphone yang sedari tadi berdering diacuhkan . Dia tahu siapa yang menghubunginya.
“Yuk pulang”
Ajak Tata dengan sangat gelisah. Tika tetap bersikap acuh dan sibuk dengan smartphone barunya.
“Tik, lu mau bareng gue ga ?” Tanya Tata semakin terburu – buru.
“Iyalah” jawab Tika Singkat.
10 menit kemudian mereka berpamitan untuk pulang duluan, kini tinggal Nadia dan Alex. Mereka masih terdiam,, tidak mengeluarkan kata – kata. Sampai akhirnya Alex memecah keheningan.
“Nad, udah malem pulang yuk”
“Bentar lagi ya Lex, jalanan masih macet deh pasti”
“Udah malem ini, ayokk pulang”
“Kamu buru – buru ya ? Duluan aja ga papa kok Lex”
“Nad, rumah kamu jauh”
“Duluan aja Ga papa Lex, nanti aku pulang naik metro mini aja”
“Ayolah Nad”
“Duluan aja Lex”
“Nad..”
“Aku belum mau lex, nanti dulu”
Sebenarnya Alasan nadia belum mau pulang adalah Alex, dia masih ingin bersama Alex. Nadia takut moment ini tidak akan terulang lagi.
“Nad…”
“Lex, kamu boleh kok pulang duluan, silahkan”
Alasan Utama Alex mengajak Nadia pulang adalah khawatir, rumah Nadia yang berada di kawasan Jatinegara cukup rawan untuk terjadi tindakan criminal. Terlebih akhir – akhir ini isu mengenai begal, pemerkosaan di angkutan umum sedang marak. Alex Khawatir, dia tidak ingin hal buruk menimpa Nadia.
“Ayo Pulang Nad”
Nadia mulai kesal, tidak biasanya alex seperti ini. Tanpa banyak bicara nadia berdiri dan meninggalkan Alex di meja tempat mereka makan. Dia berjalan tanpa menoleh ke arah alex sedikitpun. Cara marah Nadia memang cukup childish yaitu pergi.
Deretan makanan dan sayuran di hypermart membuat nadia memutar otak, kira – kira bisa memasak apa dengan sayuran tersebut. Dia berhenti di rak yang menyediakan berbagai macam sayuran segar. Sampai seorang laki – laki dengan tinggi kurang lebih 178 cm menghampirinya, aroma parfum yang sangat nadia kenal. Alex.
“Katanya mau pulang” Ledek Nadia sambil tersenyum
“Ga usah ketawa”
“Ga ketawa”
“Ga usahh senyum”
“Ah alex, sini deh nih lihat sayurnya seger – seger”
Nadia menarik sedikit baju alex, tidak berani untuk menggandeng lengannya. Nadia selalu membatasi diri dengan berfikir “Jangan jadi cewek ganjen Nad”
Alex mendekatkan tubuhnya ke Nadia, dia ikut terhanyut memandangi deretan sayuran segar. Hampir 1 jam lamanya mereka berkeliling hanya sekedar melihat – lihat produk yang dapat membuat mereka berimajinasi. Nadia selalu senang jika melihat pernak – pernik rumah atau dapur. Imajinasinya bermain, memadu padankan Furniture dan sesekali sempat berkata dalam hati.
Lex, kalau kita berjodoh nanti rumah kita minimalis aja. Ga perlu tingkat supaya kita bisa ngawasin anak – anak……..
Nadia sibuk dengan lamunannya sampai tidak menyadari kalau secara perlahan Alex mengajaknya kepintu keluar.
“Udah kan liat – liatnya, yuk pulang”
Nadia hanya mengangguk sambil berjalan membuntuti Alex. Usia tidak selalu menjamin seseorang bertindak dewasa, Nadia selalu menjadi anak kecil yang sangat manja ketika didekat Alex. Begitu juga sebaliknya Alex yang terkenal cuek dan tidak perdulian menjadi seorang laki – laki yang sangat bertanggung jawab ketika didekat Nadia. Akhir minggu ini mereka lalui seperti biasa dengan kebersamaan mereka. Hubungan yang belum menentu, perasaan yang masih menggantung, angan – angan yang berterbangan mereka abaikan. Hanya satu yang mereka percaya, seperti lirik sebuah lagu dari Tulus.
Biarkanlah terjadi, wajar apa adanya walau harus menunggu seribu tahun lamanya.
Katanya cinta itu memang tidak bisa didefinisikan. Seseorang yang sedang jatuh cinta hanya merasa nyaman didekat orang yang dicintainya. Nadia dan Alex merasakan kenyamanan satu sama lain.
Apa ini cinta ? Atau sekedar rasa nyaman sebagai sahabat ?
Pertanyaan itu selalu muncul dibenak keduanya. Sampai setiap harinya saat mereka memikirkan satu sama lain mereka terpejam sambil mendoakan
Tuhan jaga hati kami, jangan izinkan kami saling menyakiti. Selamat malam.
***
Red Velvet
Don’t settle for a relationship that won’t let you be your self
Waktu berjalan begitu cepat, tahun 2015 rasanya hanya sebentar. Terlebih untuk hubungan Nadia dan Alex. Semua yang sudah mereka lalui rasanya hal – hal biasa. Berjalan apa adanya, menunggu ketetapan dan kemantapan hati. Jika tahun ini mereka lewati maka usia hubungan mereka akan menginjak 2 tahun. Jika hubungan itu disebut pacaran Nadia sudah menjamin akan berakhir dengan putus. Pasalnya Nadia sangat takut akan akhir ceritanya dengan Alex, bukan takut sih, lebih tepatnya Nadia selalu mempersiapkan diri.
Kehilangan adalah hal wajar, toh didunia ini tidak ada yang abadi. Semua hanya titipan. Setelah kehilang sang Ayah, Nadia merasa semakin terbiasa dengan kesendirian dan kepergian. 8 bulan lalu Ayah Nadia di vonis mengidap Kanker Stadium Akhir. Nadia selalu berfikir semua akan baik – baik saja. Sejak kecil Nadia tidak tumbuh dan berkembang disamping kedua orangtuanya. Kepergian sang ayah membuat Nadia semakin menjadi seseorang yang percaya bahwa dunia ini sudah ada yang mengatur, sedih, dan semakin sedih jika nadia teringat permintaan terakhir sang ayah.
Nad, papah suka kamu deket sama Alex.
Nadia hanya terdiam, tidak menjawab apapun, atau lebih tepatnya memang tidak bisa menjawab. Apa yang perlu di jawab dari hubungan yang tidak menentu itu.
Tapi, kalau kamu ga suka ya ga papa Nad. Papah ga mau maksain.
Lagi – lagi Nadia hanya terdiam hatinya berkecambuk, disisi lain memang tidak bisa dipungkiri kalau dia menyukai, menyayangi atau bahkan mencintai Alex. Disisi lain Nadia takut jika Alex bukan jodohnya.
Kehidupan kita berbeda.
Apa yang harus Nadia lakukan jika hati dan logikanya saling beradu. Tapi, bukankah hanya logika yang dapat menjaga hati.
Sakit hati itu pilihan. Perkara cinta, kita tidak bisa memilih.
Nadia selalu ingin berusaha mempertahankan Alex dengan berbagai cara, logika selalu mengatakan kehidupan mereka berbeda. Tidak akan cocok. Pertarungan hebat ini membuat nadia merasa lelah, dia ingin sekali meluapakan segalanya. Tapi, siapa yang dapat memahaminya ?
Tika ? Ah, dia galak pasti nanti diceramahin banyak.
Tata ?
Iya Tata, selain karena sukses menjalin hubungan berpacaran selama 8 tahun. Tata juga pendengar yang baik.
Malam itu rasanya Nadia tidak kuat lagi menahan segala yang ada dibenaknya. Ini menginjak tahun kedua, dan sejauh ini Alex tidak menunjukan kedekatan mereka dihadapan orang banyak. Tapi, disisi lain Nadia memang tidak suka jika ada orang lain yang tahu. Cerita ini sebenarnya sederhana, lalu kenapa menjadi rumit ? Apa karena sudah semakin dalam ?
Taa, dimana ? Ketemuan Yuk.
Sebuah chat messenger Nadia kirimkan pada Tata, malam itu Nadia tidak bisa memejamkan mata. Hati dan otaknya beradu membuat jantung berdetak tak terarah.
Tata : Dirumahlah Nad, mau kapan ?
Nadia : Besok sore yuk.
Tata : Dimana ?
Nadia : Hmm, gue telfon skrg aja ya Ta.
Tata : Tumben, kenapa Nad ?
Tak lama kemudian Nadia dan Tata sudah berceloteh ria melalu telfon. Disisi dunia lainnya Alex sedang terdiam didalam kamar memandangi ponselnya. Berulang kali di lihatnya Blacberry Massanger, belum ada juga jawaban pesan singkat yang masuk. Ini sudah setangah jam lamanya, alex mulai kesal, dicobanya untuk mengirim sebuah PING.
Tetap tidak ada respon, ditaruhnya telfon genggam itu kemudian alex mengalihkan tangannya dengan menggendong seekor kucing peranakan Persia berwarna putih. Agak lucu memang jika mengetahui kalau laki – laki seperti Alex adalah penyayang binatang terutama kucing. Memandangi Dipo, kucing putih ini cukup lucu, sangat lucu untuk Alex peluk dan gendong dengan sepenuh hati. Sesekali Alex tersenyum sembari mengusap dipo.
“Dipoo, Nadia takut sama kucing. Kalau aku sama Nadia nanti nasib kamu gimana?
Kalimat yang lucu untuk dikeluarkan seorang laki – laki pada seekor kucing. Nadia memang kurang menyukai kucing. Beberapa kali Alex mengatakan kalau dia mencari istri yang suka kucing, dan beberapa kali juga Nadia menjawab dia mencari suami yang mengerti kalau dia takut kucing. Saat berkunjung diruma Tika, Alex sempat memaksa Nadia untuk bersalaman dengan Mimi kucing Tika yang terkenal senang bermain. Dengan ancaman tidak akan pulang sebelum Nadia mau bersalaman dengan Mimi.
Sekali lagi Alex tersenyum mengingat ekspresi Nadia memaksakan diri bersalaman dengan Mimi.
Cewek Aneh.
Batin Alex sambil meletakkan Dipo disamping tubuhnya. Kembali diambil ponselnya, belum ada jawaban. Akhirnya Alex memutuskan untuk tidur sambil memeluk Dipo. Disaat Alex terpejam kita kembali pada sudut bumi Nadia, 2 jam rasanya sangat sebentar untuk nadia mampu menceritakan segalanya tentang hubungannya dengan Alex. Dari kedekatan yang tidak sengaja, keisengan Nadia memberikan Gift dan segala kondisi yang menunjang Nadia bisa menjalani hubungan yang tidak menentu dengan Alex.
“Ih, kok lu mau sih Nad. Bisa jadi Alex kaya gitu ke semua cewek loh Nad” kalimat yang kurang mengenakan didengar ini terucap begitu saja dari mulut Tata.
Nadia sedikit kecewa, bagaimana mungkin Alex melakukan hal itu kesemua wanita. Nadia sangat yakin kalau dialah satu – satunya.
“Masa sih Ta” jawab Nadia lesu mendengar ucapan Tata.
“Hubungan ga jelas begitu yang paling dirugiin itu pihak perempuan Nad, cepetan deh di perjelas. Tegesin aja Alex”
“Tapi Ta, gue takut”
“Takut kenapa?”
“Ya ngapain di jelasin kalau nanti kami ga jodoh gimana ?”
Tata terdiam, dia mendengar nada bicara Nadia yang merendah. Ungkapan itu ada benarnya juga.
“Ga papa Nad, lebih baik berakhir sekarang dari pada nanti semakin sakit”
Nadia terdiam, benar juga sih yang diucapkan oleh Tata. Tapi, lagi – lagi logika dan hati Nadia beradu. Aku belum siap kehilangan Alex.
“Nad, gue ngantuk udah malem. Bye”
Tutt……tut….tut….
Sambungan telfon terputus, harapan Nadia untuk mengeluarkan unek – uneknya berubah menjadi perasaan yang semakin tidak nyaman. Semuanya harus diperjelas, pihak wanita akan dirugikan, kata – kata itu benar – benar terngiang ditelinganya, seketika dadanya merasa sesak. Di pandanginya galeri foto bersama dengan Alex yang tidak pernah mereka share, Nampak keduanya duduk berdekatan tersenyum namun tidak pernah berani untuk mendekatkan tubuh bermanja – manja layaknya sepasang kekasih. Nadia selalu takut kalau dia bergelayut ria Alex akan berfikir Nadia ganjen atau apapun karena hubungan mereka tidak jelas.
Malam ini nadia benar – benar kalut, pesan Massenger Alex menumpuk, Nadia tidak berminat untuk membuka pesan itu. Perasaanya campur aduk sampai akhirnya dia mulai memejamkan mata sambil menghela nafas panjang. Sebuah lagu terputar dengan lirih di sebelahnya mengantarkannya ke alam mimpi.
Are you really here or am I dreaming
I can’t tell dreams from truth for it’s been so long
Since I have you I can hardly remember your face anymore
When I get really lonely and the distance its only silence
I think of you smilling with pride in your eyes a lover that sighs
If you want me Satisfy me
Are you really sure that you believe me
When other say I lie I wonder if you could
Ever despise me You know I realy try to be a better one to satisfy you
For you’re everything to me and I do what you ask me if you let me be free
If you want me, satisfy me…..
Lirik sendu yang dituliskan Marketa Irglova sukses menemani malam Nadia, mengantarnya tidur, menemani suasana hatinya yang tidak menentu. Selamat malam.
***
Me Vs High Heels
The ultimate test of a relationship is to disagree but to hold hand
Seorang laki – laki berdasi nampaknya sedang gelisah pagi ini, berulang kali ia memandangi smartphone ditangannya. Mukanya menunjukkan ekspresi kesal, pasalnya pesan singkat yang dari semalam dikirim tidak berubah status menjadi read. Berulangkali dikirimnya PING berjarak agar tidak terkesan norak karena berlebihan.
Kenapa sih dari kemarin ga di baca.
Alex memang sedang gelisah sejak semalam, pesan singkatnya yang menumpuk belum juga dibaca oleh Nadia. Entah apa yang terjadi, hal seperti ini biasanya terjadi jika salah satu dari mereka merasa kesal. Tapi, kali ini Nadia benar – benar tidak beralasan. Alex mencoba untuk mengingat – ingat apa yang terjadi terakhir kali sebelum Nadia tiba – tiba diam seperti ini. Yang Alex ingat terakhir bertemu Nadia mereka masih seperti biasa, tidak ada masalah sedikitpun.
Kali ini Nadia keterlaluan, apa alasannya ?
Sekali lagi Alex mengintip smartphonenya, dan lucky huruf D yang dari tadi membuatnya kesal kini sudah berubah menjadi R. 1 menit …….. 5 menit………sampai akhirnya sudah 1 jam namun ttetap tidak ada respon dari Nadia. Alex masih menunggu tidak mau terburu – buru berceloteh uring – uringan.
Mungkin lagi sibuk.
Tetap mencoba untuk berfikir positif. Status R sudah berubah sejak jam tangan Alex menunjukkan angka 9 pagi, saat ini jarum pendeknya sudah meluncur menuju angka 5 sore. Nadia belum juga merespon. Alex kesal dan mulai mengetik sebuah pesan singkat.
Kalau ga niat bales ga usah di Read, End Chat aja langsung.
Kalimat yang dikirimkan cukup menunjukkan kekesalannya pada Nadia. Sekali lagi pesan itu hanya dibaca oleh si penerima. Kali ini Alex mencoba untuk menghubungi Nadia.
Tutt…..Tutt….
Nomor yang anda hubungi sedang sibuk, silahkan hubungi beberapa saat lagi.
I Nadia benar – benar menguji kesabaran Alex, smartphone ditangannya sedari tadi berdenting, dibukanya sebentar pesan singkat yang masuk. Dibacanya, namun sedikitpun tidak ada keinginan untuknya merespon pesan itu. Ucapan Tata semalam benar – benar membuat suasana hatinya buruk. Semua kalimat terngiang dengan jelas di telinganya.
Tata bener, gimana kalau Alex perhatian kesemua perempuan. Gimana kalau rasa nyaman ini Cuma sebatas teman, aku harus bisa bersikap biasa aja. Ah tapi, kalau ini hanya sebatas teman lalu kenapa Alex dari semalem berisik aku g ngasih kabar. Harusnya kalau kami sebatas teman dia ga perlu berlebihan seperti ini.
Nadia menggenggam smartphonenya, diposisikan kepalanya bersandar pada sofa empuk dikantor.
Aku harus gimana ?Bersikap biasa aja ?Biasa yang seperti apa ?
Suasana hati Nadia benar – benar tidak karuan. Semuanya jadi serba salah.
Tapi aku belum siap kehilangan Alex. Kalau memang ini hanya sebatas teman, paling tidak aku merasa Alex sayang aku. Kalau memang harus berakhir ga baik aku udah terbiasa.
Jemari Nadia mulai mengetik sebuah pesan singkat.
Hmm
Hanya kata itu yang keluar untuk membalas semua pesan singkat Alex.
Kenapa ?
Jawab Alex tidak kalah singkat.
Udah dimana ?
Alex yang masih kesal dengan tingkah Nadia mencoba menganggap semuanya baik – baik saja. Walaupun sebenarnya dia masih merasa sangat kesal.
Dijalan.
Sepertinya Alex merasa pertanyaan Nadia sangat basa basi.
Nadia : Mau makan dulu ga ?
Alex : Dimana ?
Nadia : Mau makan apa ?
Alex : Terserah
Nadia : Tempat biasa aja ya.
Alex : Hmm
Percakapan yang begitu singkat, tapi memang seperti itu Cara Nadia dan Alex. Biasa, entah biasa seperti layaknya teman atau biasa karena keterbiasaan mereka dalam berkomunikasi.
*Kawasan Blok M Pukul 19.00
Nadia berjalan dengan langkah ragu – ragu. Dilihatnya sepeda motor Alex terparkir, jaraknya dan Alex hanya dalam hitungan meter saat ini. Aroma Parfum Alex sudah tercium membuat Nadia ragu. Saat ini dia berdiri tepat disamping Alex, ditariknya nafas dalam untuk menenangkan diri.
“Lex…”
Si empunya nama hanya menoleh sebentar. Sambil kemudian tertunduk kembali. Nadia hanya mengigit bibirnya, merasa bersalah dengan tingkahnya semalaman tidak menghubungi Alex.
“Dari tadi ?”
“Hmm”
“Gitu aja masaa, udah pesen makan apa ?” Tanya Nadia berbasa basi mencoba untuk mencairkan suasana.
“Ini tempat jualan apa Nad ?”
“Soto lex”
“Jadi menurut kamu aku pesen makan apa ?”
“Soto hehehe”
Alex tetap tidak bergeming, nampaknya dia masih kesal.
“Sabtu aku ada undangan nikahan mba dian Nad”
Nadia mencoba membuka draft di otaknya. Oke dia ingat, mba dian adalah atasan Alex.
Hah, Alex ngajak aku keacara temen kantornya. Seriusan ini ?
“Tapi aku kerja dulu, kamu ikut ya”
“Kamu yakin lex ngajak aku ?”
“Iya, masa aku kondangan sendirian ?”
“Hmm”
Malam itu berjalan seperti malam – malam biasanya. Tapi lebih dingin, Nadia tidak berani banyak bicara. Kali ini Nadia bingung acara nikahan temen kantor Alex, ya ampun Nadia ga pandai untuk hadiri pesta. 2 hari lagi pestanya, argh rasanya sangat membingungkan. Nadia memainkan jemarinya bergeletuk di paha kananya. Hingga akhirnya sebuah fikiran muncul.
Dinda, iya jawabannya dinda. Dian pinter dandan pasti bisa bantuin aku.
Tidak memerlukan waktu lama untuk menghubungi dinda, pasalnya mereka berdua sering bertemu disekolah. Dinda adalah teman satu kampus Nadia, cantik dan pandai bersolek. Sesampainya dirumah Nadia langsung menghubungi dinda.
“Jadi…bla…blaa…blaaa gitu Din, bisa kan sabtu ini please banget. Duh makasih yaaa dindaa, besok bantu pilihin baju yaa”
Oke semuanya selesai, malam itu Nadia dapat tidur dengan nyenyak.
*Kids Play School
Pagi itu sekolah sudah ramai, aktifitas belajar mengajar berjalan seperti biasa. Nadia terduduk diruangannya. Sedikit menengok kearah jendela. Sejenak Nadia merindukan masa kecilnya, dilihatnya beberapa anak diantar oleh ayahnya. Mereka datang bersama sang ayah menggandengnya, dan memastikan anaknya masuk sekolah dengan tersenyum. Sepersekian detik ingatan Nadia kembali ke masa 20 tahun yang lalu. Dia pernah merasakan diantar ayahnya. Ayah nadia laki – laki tampan dengan tubuh proporsional. Semua kenangan masa kecilnya dia ingat dengan baik, hal termanis saat dia dan sang ayah pergi ke took buku, saat nadia menolak bermain dengan teman sekompleknya karena harus merawat sang ayah yang sedang sakit, dan Nadia selalu ingat perkataan ayahnya sebelum semuanya berantakan.
“Nad, ayah mau ngasih kamu mama baru, boleh ga ?”
“Nanti kalau ada mama baru ayah ga saying sama nadia lagi” jawab Nadia kecil sambil menunduk.
Sang Ayah tersenyum, sambil mengusap kepala Nadia yang terduduk di kursi sebelah dan tidak mengurangi konsentrasinya karena sedang menyetir.
“Engga Nad, Ayah tetep akan prioritasin kalian kok”
Setelah itu waktu berlalu begitu cepat, kekecewaan, pertengkaran, dan berakhir dengan perpisahan kedua orangtuanya. Mereka semua terpisah, Nadia dan kedua adiknya juga terpisah. Lamunan Nadia semakin mendalam, senyum manis yang tersungging berubah menjadi senyum datar menahan kesakitan. Dia mengingat semuanya, bahkan rasa sakit yang sudah lama di simpan kini dapat ia rasakan kembali. Sebutir air mata perlahan menggelinding jatuh. Suasana pagi yang tadinya ceria berubah menjadi sendu.
“Tok….tok…tok”
Ketukan pintu membuat Nadia kembali kemasa kini, masa saat dia sudah berusia 24 tahun. Masa dimana kini Ayah yang dicintainya sudah tertidur dengan damai dipusaranya, dan yang tersisa di wkatu sekarang hanyalah Nadia, Mama dan 2 orang adiknya yang masih menjadi bahan pertimbangan Nadia untuk melangkah lebih jauh.
“Iya, silahkan masuk”
“Nad, Are you ok ?” dinda masuk dengan mengamati mata sembab Nadia.
“Yep”
“Hmm, So what I do for your party ?”
“Pastiin aja kalau besok gue layak dampingin Alex ke acara atasanya”
“Siap bu bos”
Siang itu juga Nadia dan Dinda pergi berbelanja untuk mencari pakaian yang layak dipakainya. Selera Nadia memang jauh dari wanita pada umumnya. Dia tertarik untuk memakai warna hitam. Salah satu trik untuk menutupi warna kulitnya yang berwarna coklat. Edisi belanja sore itu ditutup dengan belajar make up. Nadia berusaha mengikuti apa yang Dinda ajarkan, hal ini benar – benar sulit untuk Nadia.
“Gue ga bisa Din, ini susah”
Keluh Nadia setelah mencoba berulang kali mengoleskan eye liner dan selalu berujung berantakan.
“Bisa Nad, pasti bisa”
“Engga Din”
Nadia benar – benar dibuat frustasi dengan pelajaran malam itu. Nadia sengaja meminta Dinda untuk menginap agar esok harinya bisa membantu Nadia untuk layak dibawa Alex. Ini benar – benar diluar dunianya. Nadia harus bisa masuk ke dunia Alex. Kali ini dia benar – benar berfikir lagi, apakah memang ini yang terbaik. Dunia kita beda lex.
*Pukul 19:00
“Aku nunggu di Starbuck ya Lex”
Mala mini Nadia tampil dengan serba hitam dan heels hitam gold, sekilas ia nampak sangat berkelas. Tapi karakter mukanya benar – benar terlalu keras. Nadia berusaha untuk menyesuaikan diri dengan heelsnya di ketinggian 7cm. sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di pelataran Plaza Semanggi, seseorang didalamnya nampak tidak berminat untuk mencari parker. Dia malah mengambil terlfon genggamnya.
Sabtu itu Alex memang meminta nadia untuk menunggunya di Plaza Semanggi, alasan utama karena Alex bekerja selain itu agar waktu mereka pergi keacara atasannya lebih efisien karena tidak perlu bolak balik.
“Aku udah didepan Nad”
“Ok.”
Nadia masih berusaha untuk mampu berjalan sebaik mungkin dengan Heelsnya.
Please malam ini aku minta jangan ada hal – hal ajaib yang aku lakuin.
Doa Nadia.
Alex memandangi Nadia dari ujung kepala hingga ujung kakinya.
“Kenapa ga pakai dress Nad ?”
“Ga bagus ya lex ?”
“Kan aku udah bilang acaranya modern party gitu”
“Coba dirapihin itu make upnya”
Malam itu alex benar – benar membuat Nadia semakin tidak percaya diri.
“Aku g ikut turun ya Lex, kamu aja deh. Aku malu”
“Udah nyampe masa ga ikut sih Nad ?”
Kamu malu ya lex bawa aku, maaf.
Nadia tertunduk, sementara Alex sibuk menyetir. Tape dimobil alex memainkan sebuah lagu dari Afgan yang membuat suasana menjadi terasa dingin.
30 menit berlalu alex mencoba untuk mencari parkiran. Kini mereka berjalan beriringan, Nadia membantu Alex untuk membenahi setelan Jasnya mala mini. Alex tidak nampak tampan dengan setelan itu, tapi Nadia tidak berkomentar sedikitpun. Dibantunya Alex untuk memasangkan dasi kupu – kupu di kerahnya.
“Udah ganteng nih sekarang” ucap nadia memberi pujian walaupun sebenarnya dia berbohong.
Mereka berjalan berdampingan, Nadia mulai bertemu dengan teman – teman Alex. Entah karena canggung atau malu Alex sedikitpun tidak menggandeng Nadia, dia berjalan begitu saja tidak memperkenalkan Nadia dengan teman – temannya. Nadia semakin berkecil hati. Dia bingung dan sedih diantara orang – orang yang sedang menikmati pesta malam itu.
Duh Nad, kamu mala mini kayaknya salah kostum, aku canggung didepan temen – temen aku.
Batin Alex yang sedari tadi nampaknya kurang nyaman dengan Nadia yang berada disampingnya.
“Hei Lex, wih dating sama siapa tuh. Hai ceweknya Alex ya?”
Nadia hanya tersenyum ketika seorang teman Alex mendekatinya.
Alex hanya tersenyum mendengar itu, sedikitpun dia tidak berusaha memperkenalkan Nadia bahkan sebagai teman sekalipun. Perasaan Nadia makin tidak karuan. Dia benar – benar bingung, teman – teman Alex benar – benar pandai bersolek. Lipstik, alis mata, bulu mata palsu, gaun, argh hal ini benar – benar membuat Nadia ingin cepat – cepat pulang.
“Lex, aku mau kekamar mandi”
“Oke yuk…”
Respon Alex cukup dingin, dia berjalan mendahului Nadia dan sekali lagi tanpa menggandeng tangan Nadia. Langkah Alex begitu panjang dan cepat. Nadia berusaha untuk mengimbanginya, hingga…
“Aduh…”
Heels yang sedari tadi Nadia doakan agar bersahabat ternayta benar – benar tidak dapat bersahabat. Ujung runcingnya tersangkut dan membuat keseimbangan Nadia goyah. Dia terjatu tepat dibelakang Alex diantara teman – teman Alex. Orang – orang kontan saja langsung memandangi Nadia.
Alex mendatangi Nadia sambil mengatakan “Selalu deh Nad”
Malam itu rasanya Nadia benar – benar ingin menangis. Pesta telah usai, saat ini Nadia dan Alex sudah kembali duduk di mobil.
“Kenapa selalu ngelakuin hal aneh sih Nad disaat – saat penting”
“Kamu ga gandeng aku lex”
“Kalau ga bisa pakai heels g harus maksain Nad, cobalah latihan untuk ga ngelakuin hal konyol terutama disaat penting”
Nadia terdiam, dia kesal sekali rasanya. Seminggu ini dia berusaha menjadi yang terbaik untuk Alex, tapi ternyata gagal semuanya kacau ditambah reaksi Alex yang menyebalkan Nadia semakin merasa dunianya dan Alex benar – benar berbeda.
“Kamu bener lex, maaf buat semua kekacauan hari ini. Mungkin kita emang ga cocok lex”
“Maksud kamu apa Nad?”
“Kamu malu kan male mini bawa aku”
“Kok kamu mikirnya gitu sih Nad”
“Udahlah lex, udah cukup turunin Aku disini. Aku mau pulang sendiri”
“Nad, jangan bercanda”
“Berhenti atau aku lompat ya Lex”
Kali ini adegannya benar – benar seperti drama. Nadia sudah tidka bisa menahan lagi, dia malu, sedih dan kecewa. Malam itu berakhir tidak menyenangkan, mereka pulang dijalannya masing – masing. Kemarahan, kesedihan dan kekecewaan semuanya bercampur. Kalau cinta itu tentang 2 orang, apakan 2 orang harus selalu memiliki kesamaan ? lalu bagaimana dengan mereka yang berbeda, seperti Nadia dan Alex yang memiliki perbedaan. Keduanya seperti kutub utara dan selatan. Sekali lagi mereka berfikir keras untuk melanjutkan hubungan yang belum berarah tujuan. Satu yang pasti, mereka semakin yakin kalau mereka berbeda.
Selamat malam.
***
A cup of coffe
I am the coffe and God is the barista. Through me, he may awaken your soul.
But, the coffe knows not what flows through the mind of the Barista.
Setelah kejadian malam itu, ada yang renggang diantara Alex dan Nadia. Mereka sama – sama mencoba untuk meyakinkan diri. Dalam diam mereka sepakat untuk memberi ruang satu sama lain. Tidak ada pesan singkat, tidak ada obrolan makan siang, tidak ada makan malam bersama. Kesepakatan ini mereka buat dengan logika mereka. Meskipun hati mereka memiliki keinginan lain, logika menguasai segalanya. Semua cerita dan rasa nyaman berubah menjadi pemikiran yang sama yaitu kita berbeda.
Nadia terduduk menyerupuk secangkir kopinya. Menulis semua isi hatinya ke dalam sebuah blog. Malam itu dingin sekali, sudah 3 bulan lamanya dia dan Alex berdiam. Menjalani aktifitas masing – masing. Semua pesan singkat dari Tata dan Tika diabaikan. Nadia adalah tersangka utama dalam kejadian ini. Tata dan Tika sudah memberi ultimatum. Nadia terlalu ceroboh untuk mengulangi kesalahan yang sama. Ini desember ketiga seharusnya jika ia tetap bersama Alex. Desember dengan hujan, namun semuanya berbeda. Kali ini Nadia dan Alex manjalani langkahnya masing – masing. Tinggal 1 hal yang harus diselesaikannya, persahabatan mereka.
Nadia terbangun dari tempat duduknya, sekali lagi diteguknya Grande Frapuucino miliknya.
“Aku masih nunggu kamu lex”
Sebuah pesan singkat dikirimnya ke ponsel Alex.
Tidak ada balasan hanya dilihat sejak 30 menit lalu. Malam semakin larut, gerimis mulai reda. Angin dingin masuk perlahan mengenai tubuh Nadia yang terduduk di teras Starbuck sebuah mall di kawasan SCBD. Minuman Nadia sudah habis, ide menulis sepertinya juga sudah tidak ada. Beberapa kali dilihatnya jam tangan yang mengarah ke angka 9.
“Kenapa Nad”
Tanya Alex yang kini berada didepan Nadia, seperti enggan berlama – lama Alex tidak berusaha memposisikan diri untuk duduk.
“Temuin Tata dan Tikal ex, jangan hindarin mereka”’
“Oke nanti kalau udah luang”
“Oke”
Percakapan dingin, tidak sehangat kopi yang Nadia minum. Sangat dingin. Keduanya seperti orang asing yang tidak saling mengenal satu sama lain.
Nadia berdiri, Alex pun berdiri. Kali ini posisi mereka berhadapan. Sampai pada hitungan ketiga mereka melangkah maju kedepan. Semakin mereka melangka, jarak mereka semakin menjauh. Hanya punggung yang saling memandang satu sama lain. Sampai pada jara 600 m mereka berhenti.
Sampai ketemu lagi.
Keduanya kembali berucap dalam hati tanpa berani menoleh dan mencoba menerima kenyataan bahwa seseorang dibalik punggungnya sudah pergi. Sederhana, tidak rumit namun cukup pahit.