Melangkah dan menapaki setiap jalan kehidupan dunia yang terkadang tak pernah adil kepadaku. Masih dapat melihat hujan membasahi tanah,dan diakhiri kehadiran pelangi memperindah langit merupakan anugerah terbesar bagiku. Tak banyak yang dapat kuperbuat selain “menanti”, menanti waktuku berhenti berputar.
“Tuhan,sampai kapan aku harus menutupi rasa sakit ini?pernahkah mama dan papa perduli terhadapku?bahkan kakak ku sendiri,memperlakukan aku seakan aku tak pernah ada didunia.”
Rasanya saat itu,ingin segera menghentikan setiap lingkaran waktu dalam hidupku. Menyaksikan pertengkaran kedua orang tua ku yang tak pernah kunjung usai,membuat ku merasa tak pantas ada didunia. Bahkan Abed kakak ku sendiri sibuk dengan urusannya,yang selalu meninggalkan rumah. Aku paham mungkin kakak ku juga lelah akan keadaan rumah yang bukan menjadi surga dunia.
“kamu bisa nggak sih ngurus anak yang bener?” bentak papa yang hanya dapat kudengar dari dalam kamar dengan air mata yang mengalir.
“sekarang saya tanya sama kamu,pernah kamu memperhatikan anak kamu?yang bisa kamu lakukan itu Cuma meeting,meeting,meeting.. terus. Gak pernah ada waktu buat keluarga!”
“jelas saya sibuk,banting tulang buat biayai semua kebutuhan keluarga. Kamu?apa yang bisa kamu lakukan?”
“sudahlah!! Saya capek dengan sikap kamu. Percuma saja saya menikah dengan kamu”
“lalu mau kamu apa? Cerai?”
“percuma tinggal dirumah yang suasananya kayak neraka!” kak Abed keluar rumah dengan membanting pintu sekeras-kerasnya
“liat itu kelakuan anak kamu!”
“itu juga karena kesalahan kamu mas,sampe kapan kamu nyalahin aku terus?”
“agrr..”
Aku membaringkan tubuhku diranjang tempat tidur dengan mata yang sembab, “Tuhan bagaimana mungkin aku memberitahukan keadaan ku ini kepada orang tua ku?oh Tuhan jika sekarang waktunya,panggil aku Tuhan..panggil aku…!!!”
Sudah hampir 2tahun aku menyembunyikan penyakitku dari keluarga ku. Lagipula apa gunanya aku mengatakan kepada mereka toh tak akan merubah keadaan. Sejak 2tahun yang lalu saat ada pemeriksaan disekolah aku divonis mengidap penyakit kanker hati,namun aku meminta sang dokter untuk menuliskan hasil lab pemeriksaan dengan “Normal”.beruntung saat ku tau penyakitku,aku sudah ada disemester akhir kelulusanku dibangku SMA.
Setelah tenang hati ini,aku beranjak dari tempat tidurku untuk pergi ke danau dimana aku dan cinta pertama ku bertemu. Sayang kini cinta pertama ku Jhosua pergi mengikuti keluarga nya ke Jerman.
“non mau kemana non?” tanya mbok Inem
“ke danau mbok J.” Dengan senyum ku melangkah pergi
“non baik-baik aja non?” tanya si mbok yang begitu khawatir akan keadaanku
“aku gak apa-apa mbok?” dengan mata sembab masih kupaksakan bibir ini untuk tersenyum,menggambarkan ketegaran hati walau pun keadaannya 180o terbalik.
“si mbok temenenin yah non?”
“gak perlu mbok,aku pergi dulu yah mbok.”
“hati-hati yah non.”
Sepanjang jalan aku hanya terdiam dalam ingatan yang indah bersama Jhosua,saat aku tak tau keadaan tubuhku.
“aku kangen kamu Jhos L” batin ku terucap
Rasanya setiap kali aku ada didanau ini aku merasa kehadiran cinta pertamaku yang selalu ada menemani,walau hanya hembusan angin yang bertiup.
“aduh..” seseorang yang rupawan menabrak bahuku tanpa disengaja
“sorry gw gak sengaja.”
“hati-hati dong kalo jalan.”
“kan gw udah minta maaf.” Sambil merapihkan kerutan baju nya. “lw abis nangis ya?” sesaat sang pria itu menatap wajah ku cemas.
“gak kok,ya udah yah bye.” Aku beranjak meninggalkan pria berparas indo itu,namun pria itu tak meninggalkan ku justru mengikuti ku.
“ngapain sih kamu ikutin aku?”
“kenapa?ini kan tempat umum bebas dong.”
“ok aku pergi.” Baru aku beranjak pergi,pria itu menggenggam tanganku.
“gw Cuma mau nemenin lo doang kok.”
“makasih atas kebaikannya tapi aku lagi mau sendiri aja.jadi tolong lepasin tanganku”
“oops.. sorry,gw Jhosia”
kakiku tetap melangkah hanya menoleh sejenak dan tersenyum.
“hei nama lo siapa?” teriak pria itu,namun aku hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaannya. “cewek yang aneh J”
Sesampainnya dihalaman rumah,rasanya hatiku begitu sakit seperti tertusuk ribuan jarum,bahkan pandanganku mulai gelap.
“non…bangun non…non bangunn..” si mbok dengan wajah yang penuh ke khawatiran berdiri disamping ranjang tempat tidurku.
“mbok…”
“iya non?”
“sakitt..mbokkk…..” kepala ku sangat sakit,begitupun hati ku
“sebentar non si mbok telepon dokter dulu non.”
mungkin dari semua yang ada dirumah,hanya si mbok yang perduli akan keadaan ku.
“mbookkkkkk…….. sakitt mbokkk,sakittttt……….” aku menggenggam tangan mbok Inem dengan erat, “mbok jangan bilang mama,papa,sama kak Abed yah mbok.”
“tapi kenapa non?” si mbok menangis
“nanti mbok juga akan tau.” Dengan terbata-bata aku menjawab pertanyaan si mbok.
Setelah dokter memeriksa keadaanku,dokter menjelaskan penyakitku kepada si mbok. Si mbok menangis begitu mendengar apa penyakitku yang kini semakin parah.
“non Kara,kenapa non gak bilang sama mama,papa non?”
“percuma mbok J aku gak mau liat mereka sedih.”
“tapi non mereka juga harus tau.”
“mbok aku Cuma minta mbok gak bilang sama siapapun yah mbok,biar waktu yang menjelaskan semuanya ke mama,papa,dan kak abed.”
“tapi…”
“mbok percaya aja sama aku,aku baik-baik aja kok J aku kan kuat.” Padahal saat itu rasanya hati ini begitu sakit,tapi aku terus menjadi kuat dengan penuh harapan.
Beberapa hari setelah aku mulai membaik aku bersyukur karena Tuhan masih memberikan aku kesempatan untuk bernafas dan mengubah kehidupan keluarga ku.
“pagi non Kara.” Sapa si mbok dari depan pintu dengan membawakan sarapan.
“pagi mbok,mama,papa sama ka Abed?”
“mama non masih dikamar,papa non lagi baca koran dibawah, den Abed belum pulang non dari kemaren.”
“kemana lagi sih ka Abed?” dengan nada kecil ku bersuara.
“paling dirumah mas Dean non. Oh ya non ini sarapan sama obatnya non jangan lupa diminum ya non.”
“makasih ya mbok,kalo aja mama kayak si mbok” aku memeluk si mbok
“non percaya deh sama mbok,suatu saat nanti mama non pasti sadar kok non J.”
“makasih yah mbok J. Mbok abis sarapan aku mau nyari ka Abed dulu mbok.”
“tapi non Kara kan baru sembuh non,”
“aku gak apa-apa kok mbok,ini udah sehat.”
“tapi non…”
“mbok,percaya sama aku.”
“ya udah deh non,kalo gitu mbok kedapur dulu ya non.”
aku hanya tersenyum ramah kepada si mbok yang beranjak dari kamarku,dengan rautan wajah yang ku yakin pasti mengkhawatirkan aku.
Rasanya semua makanan terasa hambar dilidahku,dengan pikiran yang selalu melintas tentang kakak ku Abed.
“kak disaat kayak gini aku mau ada kakak disampingku.” Ucapku membatin.
seusai sarapan pagi aku melangkahkan kakiku menuju rumah Dean,sahabat kakak ku Abed sejak SMP. Dengan keadaan ku yang masih rentan,aku berjalan tegar menjemput kakak ku kembali.
“permisi” ku ketuk pintu rumah Dean
“iya,siapa ya?” seorang wanita usia baya keluar membukakan pintu untukku
“permisi bu,kak Dean nya ada?aku ade temennya.” Jelas ku
“oh ada sebentar ibu panggilkan,silahkan masuk J.” Wanita itu mempersilahkan aku masuk dengan senyuman ramahnya. “silahkan duduk dulu,biar ibu panggilkan dulu Dean nya.”
“iya bu terima-kasih.”
Hatiku terus berdegub penuh harapan berharap kakak ku mau kembali pulang kerumah.
“Kara?” sesosok pria berparas tampan dengan senyuman ramah,terheran-heran akan kedatanganku,dialah Dean sahabat Abed kakak ku.
“hai kak J” ku balas senyuman itu dengan ramah
“ada apa?tumben kamu kesini.”
“kak Abed kesini nggak kak?”
“Abed?”
aku hanya menganggukkan kepalaku,terheran akan mimik wajahnya yang sepertinya tidak tau apa-apa.
“Abed gak ada disini de. Kemaren sih sempet kesini tapi dia Cuma ngambil gitar aja.” Jelas kak Dean yang meragukan ku saat itu.
“dia bilang gak kak mau kemana gitu?”
“yah kalo itu aku gak tau sih,tapi biasanya dia itu nongkrong bareng anak jalanan Kar.”
“anak jalanan?”
“iya dia itu depresi karena… yah kamu paham lah maksud kakak.”
“kakak tau dimana tempatnya?”
“gini aja karena aku juga belum pasti tentang keberadaannya,aku akan cari tau dulu.kalo aku sudah ketemu dia aku akan kabarin kamu de.”
“makasih yah kak udah mau bantu aku.”
“sama-sama.”
“ya udah kak aku pulang dulu yah.”
“ya udah deh,mau aku anter?”
“gak usah kak,aku juga masih ada keperluan sebentar.”
“oh ya udah kalo gitu hati-hati yah Kar J”
sejujurnya berat hati ku mendengar informasi yang kak Dean berikan,namun apalah daya inilah fakta yang ada. Sepanjang jalan tak ada hentinya aku memikirkan kak Abed,hingga aku memutuskan untuk melangkah menuju danau.
Dibawah pohon rindang dengan batang yang sangat indah,aku tersandar dibawahnya. Tiupan angin membuat setiap daun dan ilalang melambai kepadaku dengan irama. Tiba-tiba Jhosia menyilakan kakinya dan duduk bersamaku.
“hai” Sapa-nya dengan ramah.
“hai”
“sendiri aja?”
“tadinya,tapi kan sekarang ada kamu”
“lo suka banget yah sama danau ini?”
“sangat”
“oh yah nama lo siapa?”
aku terdiam sejenak,dan menghela nafas panjang “Kara”
“Kara?” pria itu memandangku heran
“iya,kenapa?”
“gak apa-apa sih,gak asing aja nama itu ditelinga gw”
“pasaran maksudnya?” aku menatap kearah nya.
“nggak gitu maksud gw”
aku tertawa kecil “ya udahlah gak usah dipikirin,kalo udah inget juga bakalan tau.”
pria itu pun tertawa dengan bahagianya
“sorry muka lo kenapa pucet gitu?lo sakit?” pria itu memperhatikan wajahku dengan detail nya.
“nggak kok,aku sehat”
“hmmm mau ikut gw jalan-jalan gak daripada lo diem aja disini?”
“hmm… mau sih,tapi..”
“tenang aja gw bukan cowok brengsek kali yang mau nyulik atau nyakitin lo.”
aku tersenyum kearah nya “mau kemana?”
“kemana aja,gw pengen makan ice cream nih you wanna it?”
aku hanya menganggukkan kepalaku.
“ok ayo berangkat..”
“naik ini?” ku tatap sepeda putih yang sejak tadi tergeletak ditanah
“yaps,something wrong?”
“nggak kok,takut aja sih dikit”
“slow down,ada gw.”
aku semakin heran akan pria ini,belum lama ku kenal tapi mampu membuatku tersenyum tak seperti biasanya. Rasanya hari ini begitu indah bagiku,pergi ke taman bunga yang belum pernah ku tau keberadaan tempatnya, makan ice cream, kembang manis rasanya inilah surga dunia.
“thanks ya Josh,udah buat hari ini jadi hari paling bahagia buat aku.”
“no problem, thanks juga lo udah mau nemenin gw. Besok kita jalan lagi yah?”
aku hanya tersenyum hangat kearah nya. “aku masuk dulu yah”
“ok see you latter,bye J”
aku melambaikan tanganku kerahnya
“non….darimana aja non?si mbok khawatir loh non.” Si mbok keluar pintu rumah dengan raut wajah yang sangat cemas
“dari danau mbok,aku gak apa-apa kok mbok.”
“non Kara lagi bahagia yah?”
“inilah surga dunia mbok.”
“syukurlah si mbok bisa ngeliat non tersenyum kayak sekarang” si mbok tersenyum “den Abed tadi kesini non,tapi pergi lagi.”
“kemana mbok?”
“tadi sih nggak bilang non,ya udah yuk non kita masuk. Si mbok buatin makanan enak abis itu non minum obat.”
“ya udah mbok.”
Sepanjang malam rasanya ingin aku mengulang hari ini,bahagia,tertawa lepas,pokoknya kebahagiaanku seperti saat aku bersama Jhosua.
hampir setiap hari dengan semangatnya aku pergi jalan-jalan bersama Jhosia,rasanya tak ingin usai bersamanya. Sampai suatu ketika di hari yang sama aku bertemu kak Abed sedang bekerja keras dijalanan.
“ka Abed…” teriak ku dari kejauhan
“lo kenal cowok itu?”
“iya dia kakak ku”
“tapi kenapa dia disini?”
“panjang ceritanya Jhos, anterin aku ke kakakku yah?”
“oke oke.”
“ka Abed” panggilku
“Kara?ngapain lo disini?”
“kak please kak pulang” aku menangis tak perduli pada orang-orang yang lalu lalang dijalanan.
“nggak!!! Buat apa? Rumah kayak neraka”
“kak! Aku juga punya rasa yang sama kayak kakak tapi kakak pernah ada buat aku?”
“udah lah pulang lo,masih kecil buat lo tau apa itu hidup.”
“kak please kak” aku terus memohon dengan ribuan harapan dalam hati
lalu kak Abed mendorongku hingga aku terjatuh,dengan segera Jhosia mengangkatku.
“Abed!!” teriak seorang laki-laki yang ternyata kak Dean
“apa?”
“dia ade lo,tega yah lo memperlakukan dia kayak gitu.”
“apa urusan lo?dia ade gw bukan ade lo.”
dan kini jalanan terasa begitu ramai sangat,menyaksikan pertengkaran antara kakakku dengan Dean sahabatnya.
“Kara emang bukan ade gw,tapi gw sayang sama dia kayak ade gw sendiri”
“ambil aja buat lo,bawa pulang kalo perlu!”
Dan kini aku menyaksikan mereka yang saling memukul dengan keadaan ku yang mulai kambuh, “Tuhan,kuatkanlah aku sebentar.”
dengan jalan yang tertatih kulerai pertengkaran mereka,hingga pada akhirnya aku pun pingsan diantara mereka.
“Kara….Kara..Kara maafin kakak de,maafin kakak.”
semua terhenti,dan aku tak merasakan apapun lagi.
Dan sejak saat itu mereka semua tau akan penyakitku,bahkan Jhosia.
“dok gimana keadaan anak saya dok?”mama begitu cemas akan keadaanku,dan papa saat itu hanya tertegun penuh penyesalan. Dokter menjelaskan semuanya kepada keluargaku,tanpa ada yang terlewatkan bahkan kebohonganku pun iya buka.
“sayang..maafin mama yah nak,mama gak pernah tau apa yang terjadi sama kamu L yang mama tau semua nya hanya baik-baik saja.” Mama menangis sambil menggenggam tanganku erat
“maafin papa juga nak,papa bukan menjadi papa yang baik buat kamu dan Abed,papa nyesel Kara,papa nyesel…bangun nak bangunnn….”
Dan Jhosia sebenarnya sudah mengetahui penyakit ku saat pertama kami bertemu didanau,tak disengaja aku menjatuhkan buku Diary yang menceritakan kisah hidupku. Dan saat semua berlinangkan air mata Jhosia memberikan buku Diary ku yang terselip sepucuk surat untuk keluargaku.
Mama,papa,kak Abed jika suatu saat waktu Kara tak dapat lagi berputar. Bahkan Kara tak mampu untuk menatap langit,menghirup segar nya udara dan merasakan hembusan angin. Hanya 1 pinta dan harap Kara pada kalian. Kara mau keluarga kita menjadi akur.Kara sedih harus menjalani hari-hari yang sepi tanpa keluarga yang utuh. Kara hanya ingin mama papa dan kak Abed tau kalo Kara sayang kalian. Maaf atas kebohongan Kara selama ini,Kara Cuma nggak mau semua jadi terbebani oleh Kara. Ma,pa,ka jika ini waktunya Kara pergi,Kara mau ngeliat kalian saling berpelukan untuk terakhir kalinya.
Semua menatap kearahku dengan penuh tatapan penyesalan,saat belum lama aku tersadar. “Kara….” panggil kak Abed yang langsung menggenggam tanganku.
“Kara,maafin kakak de kakak salah nilai kamu. Kakak sayang sama kamu de,sayang banget…”
“gak ada yang salah kak,semua emang harus terjadi..” dengan nada ku yang terbata-bata. “terima kasih atas semuanya ma,pa,kak juga kamu Jhos kalian adalah anugerah terindah bagiku.”
“sayang maafin mama,sama papa yah..” suara mama seakan penyesalan datang bersamaan.
“aku udah maafin kalian J” aku tersenyum menatap satu per satu dari mereka. “aku sayang kalian semua..”
Sesaat kemudian semua terasa gelap.. inilah akhir duniaku Terima kasih Tuhan atas kesempatan ini J
– The End –