Dalam dua hari ini saya sedang ‘bercinta’ dengan Nicholas Carr, penulis buku “what the internet is doing to our brain” ia pemenang hadiah Pulitzer, 2011. Sebuah ‘percintaan’ yang dahsyat, sebab saya seperti kembali mengenang seluruh ‘orgasme intelektual’ saya sejak tahun 1998, saat itu saya menulis di majalah Sabili,tentang betapa saya mendambakan sebuah kantor virtual sehingga saya bisa mengerjakan semua pekerjaan menulis, mengelola, menghubungi penerbit melalui satu klik saja di jari saya,hari ini pengarang buku ini menceritakan sambil ‘mencubiti’ hati saya tentang ketertenggelaman teknologi dan kebanjiran informasi yang akan membuat saya dikendalikan.
Lalu saya jadi teringat masa-masa ‘bercinta dengan Michael Ende yang membelai-belai dengan rayuan kepada saya: hati-hati dengan tuan kelabu, yang akan mengedap-endap,mencuri waktumu sayangku. Dari Michael Ende pula saya berlatih untuk berjalan lebih lambat,menikmati waktu, merenungi peristiwa,walau belum sepenuhnya berhasil.Hari-hari ini pun terasa hiruk-pikuk.
Sejak ditemukannya internet, mulai dari upaya untuk menjadikan beberapa komputer dengan sistem LAN (local area network) dan WAN (wide area network pada tahun 1969 dan pada akhirnya tahun 1974 militer amerika mengembangkan ARPA yang pada intinya mencoba menggabungkan sekian puluh komputer dalam satu jaringan. Ini terus berkembanb dengan ditemukannya domain address, dotgov,dotid dan seterusnya, mulailah kemudian era yang disebut era kegilaan terhadap perasaan terhubung. Segala sesuatu bisa kita lakukan hanya dengan berhadapan dengan komputer setipis rambut seperti macbook pro,atau ipad seperti yang saya gunakan, berbelanja, berkencan, mengobrol, rapat, dan sebagainya.
Segala sesuatu,mungkin hampir karena ada hal-hal yang belum bisa dilakukan secara virtual, beribadah misalnya,termasuk bercinta hehe.Waktu kemudian terasa cepat,kita merasa bisa melakukan banyak hal dalam satu waktu, menulis sambil membaca email yang masuk, pop up iklan di sudut kanan bawah merengek-rengek untuk di klik, kedua telinga yang tersumpal earphone dengan lagu-lagu newages atau al-qur’an versi mp3, atau menjawab telepon atau bicara langsung dengan kekasih dengan video conference. Tiba-tiba hidup ‘terasa’ lebih mudah dan indah. Apakah harga dari kemudahan dan keindahan yang sepertinya kita rasakan itu? Nicholass Carr membelai-belai saya sambil berkata: alienasi,sayangku. Kedangkalan, manisku. Tentu saja sebagai seorang skeptis saya mencubit ujung hidungnya sambil berkata: tell me more about it..Aku merasa lebih efisien dengan internet Nichi, panggil saya mesra. Okay,katanya,apakah itu berarti kamu lebih pintar? Menjadi pemikir yang mendalam? No i dont need to be, because google find all data for me. Ya, google mencarikan data untukmu secara sistematis,apakah ia juga berpikir untukmu? I think so, cengir saya. Tidak, kamu tetap berpikir tetapi kamu tidak sempat mencerna,tidak sempat mengurainya, kamu hanya menempel data. Damn! Teriak saya dalam hati. Menempel, sungguh kasar.
Tetapi Nichi, lalu memaparkan segala penelitian tentang neurobrain yang menyatakan bahwa saya tertipu dengan ilusi efisiensi. Ketika online kita memasukai lingkungan yang terburu-buru, terganggu, dan pembelajaran superfisial. Sebentaaarrr….sela saya. Aku tidak merasa superfisial? Ok, apakah kamu tidak merasa bahwa terjadi pengalihan perhatian dengan frekwensi yang sangat besar saat kamu berselancar di internet? Apakah kamu tidak merasa bahwa kamu harus mengambil keputusan secara cepat,ketika membaca hyperlink untuk memutuskan apakah kamu harus mengkliknya atau tidak, bukankah kamu tidak punya kesempatan untuk mencerna kata-kata lagi dan mencari maknanya dengan lebih dalam, apakah kamu kemudian ‘terpaksa’ menyesuaikan diri dengan segala pop up yang muncul di layar internet? Apakah kamu merasa terdistraksi? Wowowowow…semua yang dikatakannya benar.
Tetapi apa hubungannya dengan pembelakaran yang superfisial?Nicholas menatap saya dengan mata menelanjangi, saya kemudian teringat dengan apa yang saya ajarkan pada guru-guru dalam pelatihan-pelatihan Teacher Quality Improvement,Titian-Qatar Foundation, saya memfasilitasi mereka untuk mengubah paradigma dari pembelajaran berorientasi hasil menjadi pembelajaran berorientasi proses, pembelajaran berbasis problem, pembelajaran kontekstual yang memaksimalkam seluruh modalitas belajar siswa, visual,auditory dan kinestetis siswa, pembelajaran pemahaman,mendalam sehingga siswa bisa menemukan masalah dan memiliki alternatif penyelesaiannya dan bukan menghafal cara menyelesaikan masalahnya.
Ada hal-hal di luar logika algoritma,yang tidak bisa dilakukan komputer yakni kreatifitas!Saya masih menatap mata Nicholass, ketika teringat pada hasil PISA, Program For International Student Assesment yang menempatkan anak-anak Indonesia pada ranking ke 6 dari tiga ratusan negara OECD, berkaitan dengan mathematical literacy, Sains Literacy. Teman-teman akademisi para ahli pendidikan di Indonesia, mengatakan bahwa anak-anak Indonesia mempelajari matematika dan sains dengan cara yang akan sangat mudah digantikam oleh komputer, hanya mempelajari logika algoritma,dan bukan pemecahan masalah.Menghafal rumus adalah logika algoritma, menemukan rumus adalah pembelajaran sejati!Mengertikah kamu sekarang?Katakan pada saya, apa efek neurobiologi pencandu internet? Pinta saya pada Nicholass. Ia menarik sedikit ujung bibirnya,baiklah, katanya.
Bukankah, kita hanya ‘menitipkan’ data saja pada mesin pencari cerdas bernama Google, kita tidak menyuruhnya berpikir untuk kita, bukan? Nicholas nyengir, oh no, i hate it when i’m right! Mulut saya mengerucut. Pada tahun 1885 psikolog Jerman bernama Ebinghauss melakukan serangkaian eksperiment yang melelahkan, ia sendiri, menjadi subyek penelitian dengan menghafal ribuan kata,ia berkesimpulan bahwa ingatan semakin kuat jika terjadi pengulangan. Penelitian ini juga yang mendorong William James 1890, menemukan bahwa memori primer akan hilang segera sesudah peristiwa yang mengilhaminya dan memori sekunder akan disimpan dalam otak dalam waktu tak terbatas. Untuk memasukkan ingatan dalam memori sekunder atau ingatan jangka panjang,tidak mudah, gangguan pada saat proses mengingat, pengalihan perhatian akan mengganggu proses konsolidasi memori. Kandel, peneliti selanjutnya mengatakan bahwa kunci konsolidasi memori adalah atensi atau perhatian. Bisa dibayangkan jika Anda mengatakan bahwa Anda sedang belajar melalui internet, lalu sejumlah distraksi atensi, gangguan perhatian memenuhi layar menjerif-jerit meminta untuk di klik. Saya terpana.