Ada kalanya diri ini merasa sulit mengendalikan keinginan dari dalam. Apa kamu pernah merasakannya? Sulit menahan diri agar tidak makan terlalu banyak meski ingin, sulit mengendalikan amarah meski rasanya hati sudah terbakar emosi, sulit menolak keinginan untuk terus berleha-leha saat pekerjaan sedang banyak-banyaknya, hingga macam-macam sulit yang lain. Tapi pada akhirnya, sesulit apapun semua itu, diri harus tetap terkontrol dengan baik kalau mau hal yang dituju tercapai.
Itu sedikit menggambarkan bagaimana pentingnya kontrol diri (self-control). Kamu pasti punya tujuan-tujuan yang mau dicapai setiap harinya ‘kan? Kamu yang sedang diet perlu mengontrol nafsu makan agar target turun berat badan tercapai. Kamu yang ingin pekerjaan cepat selesai harus pandai-pandai mengontrol keinginan untuk terlalu banyak bersantai. Mengontrol diri dapat membawamu pada hasil yang positif, seperti halnya pengertian self-control itu sendiri.
Pengertian Self-control
Self-control atau kontrol diri diartikan oleh Ghufron dan Risnawita (dalam Indrawati & Rahimi, 2019) sebagai kemampuan untuk menyusun, mengatur, dan mengarahkan perilaku diri yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Pengertian lain disebutkan oleh Skinner (dalam Alwisol, 2009) bahwa kontrol diri adalah tindakan diri untuk mengontrol variabel-variabel dari luar dalam kaitannya menentukan perilaku. Mengontrol diri berarti mengatur atau mengubah respon dalam diri untuk menghindarkan diri dari perilaku yang tidak diharapkan, kemudian mengarahkan pada tujuan yang ingin dicapai.
Selain karena dapat mengarahkan pada tujuan, terdapat beragam alasan lain yang menjadikan self-control ini penting. Sebutlah, ia berperan dalam mencegah kenakalan remaja (Indrawati & Rahimi, 2019), perilaku konsumtif (Chita et al., 2015), adiksi internet dan game (Ningtyas, 2012), hingga prokrastinasi (Ursia et al., 2013). Para psikolog telah sejak lama meneliti self-control dan menyebutnya sebagai perkara “sekarang” versus “nanti” (Mischel, 1966; Rotter, 1954 dalam Rachlin, 1974). Dalam penelitian-penelitian terdahulu tersebut, yang dikatakan memiliki self-control ialah mereka yang lebih memilih ‘imbalan’ yang lebih besar di masa depan dengan terlebih dahulu memperoleh yang lebih kecil di masa sekarang. Atau, menghindari kerugian yang lebih besar di masa depan dengan terlebih dahulu mengalami kerugian di waktu saat ini.
Mengontrol diri memang dapat berarti banyak hal. Namun secara umum ia tak jauh dari apa yang telah disebutkan di atas tentang menahan diri. Kamu bisa coba memilah hal apa dalam keseharianmu yang memerlukan self-control ini.
Tips Meningkatkan Self-control
Kalau kamu adalah seorang yang memiliki tujuan untuk dicapai sekecil apapun itu, maka self-control akan sangat membantu. Tapi apa hal konkret yang bisa dilakukan untuk memiliki self-control yang baik? Nah, beberapa tips berikut ini mungkin bisa membantu.
1. Menjauhi pemicu hilang atau turunnya self-control
Katakanlah kamu sedang berusaha mengontrol diri dari keinginan untuk terlalu lama bermain media sosial. Tapi, kamu tidak mau melepas gadget sehingga benda itu terus-terusan ada dalam jarak pandangmu. Semakin besarlah godaan untuk mengintip layarnya, menengok notifikasi, sampai akhirnya kembali berselancar di media sosial. Itulah gambaran bagaimana pentingnya menjauhi pemicu hilang atau turunnya self-control. Setelah tahu persis hal apa yang menjadi tujuanmu, maka aturlah sedemikian rupa agar dirimu tidak terlalu sering menjumpai pemicunya.
2. Melatih mindfulness
Mindfulness berpengaruh positif terhadap self-control (e.g. Friese et al., 2016; Rahman et al., 2019). Mindful adalah keadaan di mana kamu benar-benar ‘hadir’ di keadaan di mana kamu berada, memusatkan kesadaran pada waktu tersebut, dan tidak menghakimi apapun pengalaman yang dirasakan sebagai baik ataupun buruk. Memiliki kesadaran penuh setiap kali melakukan aktivitas akan mencegahmu melakukan hal secara tak terkendali. Contoh sederhananya, jika makan dilakukan sembari menonton televisi, ada kemungkinan makanan dirasa tidak cukup walaupun kenyataannya sebaliknya. Hal itu terjadi karena aktivitas makan tidak dilakukan dengan kesadaran penuh.
3. Percaya bahwa self-control bukan sesuatu yang terbatas adanya
Mirip seperti anggapan bahwa ‘kesabaran pasti ada batasnya’, masih banyak pula orang yang beranggapan kalau kontrol diri memiliki batasan. Meskipun setiap orang memang memiliki kontrol diri yang berbeda, tapi, bukan berarti kamu harus menganggap kalau setiap orang juga memiliki ‘batas’nya masing-masing dalam mengontrol diri. Sebab, mereka yang percaya bahwa self-control adalah sesuatu yang memiliki batasan cenderung lebih mudah menyerah pada keadaan (e.g. Inzlicht et al., 2014).
Self-control termasuk pula menunda kesenangan di masa sekarang untuk memperoleh kesenangan yang lebih besar di masa mendatang. Mirip kata pepatah yang satu ini; berakir-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Alias, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Walaupun sekarang seolah ‘rugi’, kamu akan menuai hasilnya nanti, kok!
Referensi:
Indrawati, E., Rahimi, S. (2019). Fungsi keluarga dan self-control terhadap kenakalan remaja. IKRAITH-HUMANIORA, 3(2), 86-93.
Inzlicht, M., Schmeichel, B. J., Macrae, C. N. (2014). Why self-control may seems (but may not be) limited. Trends in Cognitive Sciences, 18(3), 127-133.
Rachlin, H. (1974). Self-control. Behaviorism, 2(1), 94-107.
Rahman, A. A., Permana, L., & Hidayat, I. N. (2019). Peran mindfulness dalam meningkatkan behavioral self control pada remaja. Jurnal Ilmu Perilaku, 3(2), 110-117.