Seringkali, ketika kita menyukai atau tidak menyukai sesuatu kita sulit untuk mendefinisikan mengapa kita menyukainya atau tidak menyukainya, tetapi ketika kita menggunakan perasaan kita untuk memindainya dan kemudian pikiran kita untuk melakukan kategorisasi, lalu kita menuliskannya, definisi itu tiba-tiba terpampang begitu saja.
Seperti sore ini, tiba-tiba saya ingin mengurai mengapa saya menyukai teman saya yang satu ini. Ingat baik-baik dulu ya, bahwa ini dimulai dari perasaan menyukai. Maka definisi yang muncul adalah segala yang baik dan menguatkan rasa suka itu.
Dia, sepertinya tidak pernah terlihat susah dan menyusahkan orang lain. Ya, sepertinya, karena saya sebenarnya tahu ia sedang susah, dengan saya pun ia jarang membicarakan kesulitannya. Jika melihat dinding facebooknya, ia seperti terlihat orang paling bahagia sedunia. Foto-foto aktifitas yang ditaruh adalah foto-foto yang penuh kebahagiaan. Saya hampir tidak pernah melihat ia memasang status sedih, atau sedang kesulitan. Dari pilihan-pilihan itu, sepertinya ia memilih untuk merasakan sendiri kesedihannya, dan mengajak orang lain hanya untuk merasakan kebahagiaannya. Karena ia orang yang terlihat bahagia dan senang, maka orang cenderung menyukainya, karena merasa bahwa orang ini tidak akan menyulitkan mereka, sebab ia bukan orang yang sulit, dan boleh jadi ia menularkan kebahagiaan dan energi positif yang dimilikinya. Oya, kadang-kadang ia juga mentertawakan dirinya sendiri dan itu adalah kemewahan.
Dia, juga bukan orang yang menyulitkan diri sendiri dengan rencana-rencana dan target-target. Saya tahu persis bahwa dia memiliki rencana dan target untuk hidupnya. Tetapi ia hampir tidak pernah mengumumkannya pada dunia, dia hanya melakukan saja rencananya itu. Melakukan rencana bukan hal yang mudah, sebab betapa banyak orang yang merencanakan tetapi lupa melakukannya. Oleh karena dia menyimpan rencananya dan hanya melakukan rencananya, ia tidak perlu dibebani dengan pikiran bahwa orang lain akan menagih rencananya, bahkan mungkin ia tidak merasa perlu menagihnya pada diri sendiri, sebab ia melakukannya setiap hari apa yang dia rencananya.
Dia juga, pendengar yang baik. Ia tidak menghakimi, atau memberi solusi ketika kita tidak meminta solusi kepadanya. Ia hanya bertanya balik. Ketika saya suatu saat mengatakan bahwa, saya sedang pusing, maka ia akan bertanya, kenapa pusing? Banyak pikirankah? Ia juga tidak bertanya dengan: sudah minum obat? Ah, itu berarti dia juga tidak sok tahu dengan definisi pusing saya, sebab pusing bisa berarti pusing fisik karena flu atau pusing karena too much in my mind. Ketika dia bertanya balik, maka reaksi kognitif saya adalah mendefinisikan pusing saya, iya ya? Saya pusing kenapa? Ia hanya menjadi cermin untuk saya. Setelah saya memindai diri saya sendiri, ia terus saja memimpin saya dengan pertanyaan lugu seperti anak kecil dan mungkin orang bodoh, tetapi saya menjadi lega dan akhirnya punya solusi sendiri. Saya tidak tahu apakah ia belajar konseling -setahu saya dia tidak belajar konseling- tetapi ia sepertinya ia terlahir memiliki bakat konselor. Konselor hanya mengarahkan dan memfasilitasi agar konsulennya menemukan sendiri solusi bagi masalahnya.
Dia juga sangat berterus-terang, kadang-kadang saya merasa takut ia akan mendapat kesulitan atas keterus-teranganya. Tetapi nampaknya ia memilih untuk berterus-terang untuk memelihara keutuhan dirinya. Dia orang yang simpel. Katanya:
Kangen seseorang? Temui
Pingin ngobrol? Telpon
Tidak senang? Katakan
Senang? Katakan
Tidak tahu? Tanya
Ngantuk? Tidur
Cape? Istirahat
Betapa sering kita, sulit untuk melakukan hal-hal yang mudah di atas, hanya karena gengsi, atau memaksakan dan memalsukan diri sendiri.
Apakah ia tidak memiliki kekurangan? Banyak. Tetapi ingat bahwa saya memulai dengan kata-kata saya menyukai orang ini. Itu sebabnya, maka secara kognisi dan emosi, saya akan lebih memindai hal-hal positif yang dimilikinya, menurut saya.
Siapakah Dia? Coba Tanya pada diri Anda sendiri, mungkin Dia adalah Anda, sebab karakter-karakter Dia ada pada Anda.
Selamat Sore-